Amnesty International Indonesia meminta Polri transparan terkait mekanisme sanksi disiplin yang diberikan kepada 10 Anggota Brigade Mobil (Brimob) asal Nusa Tenggara Timut (NTT). Diketahui 10 anggota Brimob tersebut memukuli seorang pria di Kampung Bali, Jakarta Pusat, saat kerusuhan 21-22 Mei lalu.

“Kalau bisa wartawan juga mengejar kepada pihak kepolisian tentang transparansi mekanisme disiplin itu terhadap yang katanya 10 anggota Brimob NTT sudah dikenai mekanisme disiplin,” imbuh Manajer Riset Amnesty International Papang Hidayat, di Gedung Ombusdman RI, Jakarta Selatan, Rabu (10/7/2019) kemarin.

Baca Juga:  DPR: Banyak Kepala Daerah Dikriminalisasi Institusi Penegak Hukum

“Kita pengen tahu proses mereka itu seperti apa. Apakah betul 10 orang itu adalah yang bertanggung jawab karena prosesnya tertutup,” ujarnya.

Papang meminta Polri tidak terburu-buru menjatuhkan hukuman kepada 10 brimob itu karena desakan dari publik. Apalagi, ketika hukuman disamaratakan tanpa melihat besar kesalahan yang dilakukan masing-masing anggota brimob.

“Jangan sampai karena tekanan publik media keras. Jadi sudah cepat hukum dulu secara internal. Itu kan juga kasihan buat mereka yang dikenai sanksi internal, apakah mereka betul bersalah atau tidak dan seberapa besar kesalahannya semua dipukul rata 21 hari kurungan,” katanya.

Baca Juga:  Polda NTT Sasar Anak Bawah Umur dan GTO di Operasi Patuh Turangga 2019

Mekanisme yang tertutup tersebut, ujar Papang, menjadi kritik dari Amnesty Internasional terhadap kinerja polri. Atas dasar itu, Papang meminta pemerintah bertindak dan melakukan perbaikan atas akuntabilitas kepolisian tersebut.