Bupati Deno Tak Langgar Prosedur Hibahkan Tanah ke Pertamina

Jumat, 2 Agustus 2019 - 12:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai sudah resmi menghibahkan tanah seluas 24.640 meter persegi milik Pemkab Manggarai di Wangkung, Kecamatan Reok kepada PT Pertamina (Persero).

Peresmian penyerahan hibah ditandai dengan tanda tangan penghibahan (dan perjanjian) oleh Bupati Manggarai, Deno Kamelus dan Alam Yusuf, Senior Vice President Aset Operation Management Pertamina di Labuan Bajo, Jumat, 11 Januari 2019).

Namun, sampai saat ini masih ada silang pendapat mengenai tindakan penghibahan itu. Ada yang pro dan ada yang kontra. Ini sesuatu yang wajar, karena beda titik pandangan dalam menilai tindak penghibahan itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penulis sejak awal berada pada posisi pro dengan tindakan Pemkab Manggarai menghibahkan tanah a quo. Jelas bukan karena ada kepentingan lain, selain menyampaikan argumentasi secara hukum berdasarkan ilmu yang penulis pelajari.

Pada tulisan ini, secara khusus penulis menanggapi tulisan rekan advokat Bonifasius Gunung SH, yang dimuat di voxtt.com pada 29 Januari 2019.

Materi tulisan rekan Boni, demikian panggilan Bonifasius Gunung, telah dipresentasikan dalam diskusi terbatas di Jakarta, Selasa (5/2/2019).

Demikian juga tulisan penulis dalam tanggapan ini juga telah dipresentasikan dalam forum yang sama yang dihadiri oleh sebagian besar praktisi hukum waktu itu. Jadi dalam diskusi waktu itu, benar-benar terjadi dialektika.

Siapa pun yang belajar ilmu hukum, pasti tahu bahwa untuk membedah kasus dengan menggunakan ilmu hukum (peraturan perundang-undangan), maka yang pertama-tama yang perlu diingat dan dikedepankan adalah undang-undang atau aturan-aturan apa yang pas untuk digunakan sebagai pisau analisis.

Untuk mengalisis sebuah kasus secara hukum, perlu perhatikan beberapa asas peraturan perundang-undangan, yakni, pertama, asas lex superior derogat legi inferior, artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah.

Kedua, asas lex specialis derogat legi generalis, artinya hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

Ketiga, asas lex posterior derogat legi priori, artinya peraturan yang paling baru melumpuhkan peraturan yang lama.

Dalam tulisannya rekan Boni mengambil dasar hukum sejumlah peraturan perundangan-undangan, yakni Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya Pasal 1666, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; dan Peraturan Menteri Dalam Negeri(Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Satu yang rekan Boni lupa untuk dipakai sebagai analisis tindakan hibah a quoa dalah Peraturan Pemerintah (PP) 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.

Bagi penulis, PP 2 Tahun 2012 ini sepertinya merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, terutama soal hibah. Dan PP 2 Tahun 2012 ini merupakan aturan khusus (lex specialis) untuk menghibah barang milik daerah.

Dari sejumlah peraturan perundang-undangan yang disebut rekan Boni tersebut ada sejumlah yang tidak relevan dan harus diabaikan yakniPermendagri 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Baca Juga:  Pembangunan Hotel di Labuan Bajo Tersendat, Meski Kantongi Jaminan Perlindungan Gubernur NTT

Pasalnya, keberadaan Permendagri a quo kedudukannya dalam tata urutan peraturan perundang-undangan jelas lebih rendah dari PP 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah. Apalagi kalau kita periksa isi Permendagri a quo bertentangan dengan PP 2 Tahun 2012.

Di sini berlaku asas lex superior derogat legi inferior dan asas lex specialis derogat legi generalis. Berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis pula maka maka PP 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerahjuga bisa dikesampingkan dalam menganalisa kasus a quo karena isinya terlalu umum dibandingkan PP 2 Tahun 2012.

Dasar Hukum yang Pas

Penulis sependapat juga dengen rekan Boni bagi bagian lain tulisannnyamenggunakan UU 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara sebagai salah satu analisis. Pasal 45 ayat (2), UU 1 Tahun 2004, berbunyi, ”Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan,dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.”

Selanjutnya Pasal 46 ayat (1) UU 1 Tahun 2004 menyatakan, “Persetujuan DPR/DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan untuk : a. pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan. b. tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat ini tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang : 1) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; 2) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran; 3) diperuntukkan bagi pegawai negeri; 4)diperuntukkan bagi kepentingan umum; 5) dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis”.

Dari ketentuan di atas maka disimpulkan bahwa Pemkab Manggarai melakukan hibah [Pasal 45 ayat (1) untuk kepentingan umum (Pasal 45 ayat (2) b huruf 4).

Selanjutnya PP 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah, yang lupa dipakai rekan Boni, Pasal 8 ayat (1) berbunyi, ”Hibah dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dapat diberikan kepada: a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah lain; c. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; dan/atau d. badan, lembaga,danorganisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia”. Jadi barang milik daerah termasuk tanah bisa dihibahkan untuk BUMN atau BUMD.

Pasal 8 ayat (2) PP a quo berbunyi, ”Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan: a. Hibah dimaksud sebagaipenerimaan negara; dan/atau b. hanya untuk mendanai kegiatan dan/atau penyediaan barang dan jasa yang tidak dibiayai dari APBN”.

Pasal 8 ayat (3) menyebutkan, “Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lain,badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Penjelasan Pasal 8 ayat (1) PP aquo menerangkan, ”Yang dimaksud dengan “badan usaha milik negara” adalah menyelenggarakan urusan publik”.

Laksanakan Prosedur

Baca Juga:  Tak Ada yang Salah dengan Pernyataan Puan Maharani Soal Sumatera Barat

Sebelum penandatanganan hibah dilakukan Pemkab Manggarai telah mengikuti ketentuan UU dan PP a quo. Pertama, sebelum penandatanganan penghibahan dilakukan terlebih dahulu dilakukan kajian secara hukum. Penulis beranggapan kajian mereka tidak salah. Mereka melakukannya sesuai peraturan perundang-undangan.

Selain itu, DPRD Manggarai membentuk Panitia Khusus (Pansus) membahas soal penghibahan itu dan menyimpulkan tindakan penghibahan tanah a quo tidak menyalahi peraturan perundang-undangan karena itu dapat dilakukan.

Bupati Manggarai, Deno Kamelus mengatakan, tindakan penyerahan itu merupakan lanjutan surat dari Menteri Dalam Negeri tahun 1979. Dalam surat itu, Mendagri meminta Pemda menyiapkan lahan untuk PT Pertamina. Yang berkuasa di Manggarai kala itu adalah Bupati Frans Dulla Burhan.

Sejak tahun 1979, kata dia, sudah ada bangunan depo dermaga di tanah seluas 2 hektar itu. Pemkab Manggarai, kata dia, hanya menuntaskan apa yang telah dilakukan Frans Dulla Burhan dahulu.

Kedua, tindakan penghibahan tanah a quo juga berdasarkan pengadapat hukum (legal opinion-LO) dari Kejaksaan Agung melalui Jaksa Pengacara Negara (JPN).

Apakah LO dari JPN diminta oleh Pemkab Manggarai atau oleh PT Pertamina tidak menjadi soal, yang terpenting LO itu berisi mengenai tindakan penghibahan tanah a quo. LO JPN tetap menjadi dasar hukum atau argumentasi hukum untuk kedua belah kalau ada yang mempersoalkan tindakan penghibahan itu.

Apa itu LO JPN?

Dalam UU Kejaksaan yang lama maupun yang baru, UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan tidak ditulis istilah JPN. Namun, kalau kita periksa peraturan terkait atau peraturan turunan dari UU Kejaksaan maka istilah JPN kita temukan.

Pasal 30 ayat (2) UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan berbunyi, “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah”.

Selanjutnya Keputusan Jaksa Agung (Kepja) Nomor : Kep-225/A//JA3/2003 menentukan fungsi Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN) yang kaitannya dengan tugas dan wewenang Jaksa Pengacara Negara (JPN), antara lain”

(1) penegakkan hukum, JPN mempunyai tugas dan wewenang memelihara ketertiban hukum, kepastian hukum dan melindungi kepentingan negara dan pemerintah serta hak-hak keperdataan.

(2) Bantuan hukum, dapat diberikan oleh JPN dalam rangka usaha menyelesaikan masalah atau sengketa perdata atau tata usaha negara yang dihadapi oleh instansipemerintah/BUMN/BUMD; baik melalui litigasi maupun non litigasi.

(3) Pertimbangan hukum adalah kegiatan JPN dalam memberikan nasehat hukum atau pendapat hukum (Legal Opinion-LO). Dalam pelayanan hukum, nasehat hukum atau LO itu diberikan oleh JPN kepada anggota masyarakat. Dalam pertimbangan hukum, nasehat hukum atau pendapat hukum tersebut diberikan kepada instansi pemerintah/BUMN/BUMD.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Tajukflores.com. Mari bergabung di Channel Telegram "Tajukflores.com", caranya klik link https://t.me/tajukflores, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca juga berita kami di:

Berita Terkait

Digdaya PT Flobamor Kendalikan Pariwisata Taman Nasional Komodo: Tarif Naik, Kualitas Pelayanan Buruk!
Kurikulum Merdeka, Nasib Guru Bahasa Jerman di Ujung Tanduk
Menguak Aliran Dana Philip Morris, Pemegang Saham PT HM Sampoerna Tbk ke Israel
Menakar Kans Koalisi Pengusung Anies Baswedan Bubar Kala Demokrat-PDIP Tampil Mesra
Kontroversi dalam Karier Sutradara Film Porno Kelas Bintang, Dari Sinetron ke Film Dewasa
Romo AS: Kasus Pastor Bunuh Diri dan Dugaan Salah Urus Gereja
Ridwan Kamil, Misi Partai Golkar Rebut Jawa Barat dari Gerindra dan PDIP
Menjadi Konten Kreator Tiktok, Rela Alih Profesi demi Fulus
Berita ini 28 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 20 April 2024 - 21:02 WIB

Permintaan Maaf Belum Berbuah Kepastian, Nasib 249 Nakes Manggarai yang Dipecat Ada di Tangan Bupati Hery Nabit

Sabtu, 20 April 2024 - 18:05 WIB

Hilang di Gili Motang Labuan Bajo, Begini Kondisi 2 ABK saat Ditemukan

Sabtu, 20 April 2024 - 12:40 WIB

Bupati Manggarai Akhirnya Minta Maaf, Ada Angin Segar Buat Ratusan Nakes yang Dipecat

Sabtu, 20 April 2024 - 12:30 WIB

Bising dan Mengganggu, Nelayan Papagarang di Labuan Bajo Tolak Keras Operasional PLTD PLN di Dekat Pemukiman

Jumat, 19 April 2024 - 13:27 WIB

Erupsi Gunung Ruang Perpanjang Penutupan Bandara Sam Ratulangi 12 Jam

Jumat, 19 April 2024 - 10:36 WIB

Kapal Tanpa Nama Hilang Kontak di Perairan Gili Motang Labuan Bajo, Tim SAR Lakukan Pencarian

Rabu, 17 April 2024 - 13:55 WIB

Siap-siap Pendatang Baru, Pemprov DKI akan Lakukan Pendataan

Minggu, 14 April 2024 - 15:00 WIB

Persiapan sudah Matang, PSI Solo Tinggal Tunggu Arahan Anak Jokowi

Berita Terbaru

10 Film Inspiratif untuk Menyambut Hari Kartini

Music & Movie

10 Film Inspiratif untuk Menyambut Hari Kartini

Sabtu, 20 Apr 2024 - 19:58 WIB

Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali dan Capres nomor urut 1 Anies Basdwedan. Foto: Istimewa

Politik

Gagal di Pilpres, Apakah Anies Maju Lagi di Pilgub DKI?

Sabtu, 20 Apr 2024 - 19:35 WIB