Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengabaikan permintaan Jaksa Agung HM Prasetyo terkait penanganan kasus dua jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
“Karena OTT yang dilakukan oleh KPK berbeda dengan OTT dalam pengertian “tertangkap tangan” menurut KUHAP dimana tertangkap tangan bisa dilakukan oleh siapa saja yang menemukan sebuah kejahatan tengah terjadi,” ujar Koordinator TPDI Petrus Selestinus di Jakarta, Minggu (30/6/2019).
Dari OTT pada Jumat (28/6/2019) itu, KPK menetapkan Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Agus Winoto sebagai tersangka suap penanganan perkara duit investasi senilai Rp 11 miliar. Selain Agus Winoto, yang diduga menerima suap, ada dua orang lagi yang menjadi tersangka diduga sebagai pemberi suap, yakni Sendy Perico dan Alvin Suherman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KPK juga mengamankan dua jaksa dalam OTT kasus tersebut, yaitu Yadi Herdianto sebagai Kasubsi Penuntutan Kejati DKI Jakarta dan Yuniar Sinar Pamungkas sebagai Kasi Kamnegtibum TPUL Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Petrus mengatakan, OTT KPK merupakan sebuah sistim penindakan yang bekerja sejak lama. Pun yang hendak ditindak bukan hanya pelakunya melainkan sistem yang korup pada Instansi dimana pelakunya berasal-pun harus ditindak.
“OTT sudah masuk dalam sebuah rangkaian penyelidikan bahkan sudah masuk dalam fase penyidikan, karena itu permintaan Jaksa Agung Prasetyo agar dua oknum jaksa dari Kejati DKI Jakarta yang di OTT untuk ditangani sendiri, sebagai sikap yang mencurigakan dan memalukan,” tegasnya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya