Di tahun politik ini, setiap tokoh politik akan berhadapan dengan media dan masyarakat. Bahasa tubuh mereka menjadi pesan yang akan diterima oleh masyarakat. Pesan ini sejatinya bisa dibaca oleh siapapun.
Charlie Chaplin dan beberapa pentolan film bisu (silent movie) adalah pelopor maraknya penggunaan cara komunikasi seperti itu. Kemampuan berkomunikasi non verbal bisa karena dilatih, dan tentu ada juga yang pembawaan sejak lahir.
Secara genetik memang sudah ada dalam diri kita. Masa kini, selain non verbal communication yaitu lewat gesture atau bahasa tubuh, ada juga yang menggunakan bahasa telepati (sangat jarang), tanpa suara dan tanpa gerakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Studi yang mempelajari tentang body language saat ini terus berlembang. Sejarah mencatat nama Charles Darwin sebagai ‘pelopor’ pembelajaran bahasa tubuh, lewat bukunya yang berjudul The Expression of the Emotions in Man and Animals tahun terbit 1872. Buku ini telah mendorong banyak pihak melakukan studi intensif mengenai bahasa tubuh.
Bertahun-tahun setelah itu, para peneliti yang mempelajari tentang ekspresi wajah dan bahasa tubuh mencatat bahwa ada hampir satu juta nonverbal cues dan signal yang dapat didata dan dipelajari ulang.
Professor Birdwhistell mengestimasi bahwa jumlah komunikasi non verbal yang manusia lakukan sesungguhnya lebih banyak daripada komunikasi verbal kita.
Alan Pease dalam tulisannya mengatakan, membaca bahasa tubuh sejatinya adalah membaca hal hal yang tak terungkap namun tertangkap oleh alam bawah sadar manusia. Dalam membaca bahasa tubuh tokoh politik, ia meminta untuk melihat tiga hal yang sangat prinsip.
Pertama, lokalisir setiap gerakan tubuh. Di dalam membaca bahasa tubuh, ada kesan awal, yang ditangkap oleh manusia. Kesan awal ini bisa memiliki kesan baik atau kesan buruk.
Namun untuk dapat membaca unspoken languange dari tokoh secara baik perlu anda melokalisir bahasa tubuhnya. Yang paling sering digunakan adalah melokalisir mimik dan melokalisir tangan dan gerakan tubuh.
Dengan melokalisir anda akan mudah melihat kesesuaian gerakan tubuh dengan ucapan yang sedang disampaikan. Melokalisir juga memudahkan anda melihat bahasa yang tidak terungkap lewat komunikasi lisan.
Kedua, melakukan kalibrasi atau melakukan kesusaian. Di prinsip kedua ini setelah anda melokalisir mimik, gerakan badan, gerakan tangan. Anda akan melihat mana gerakan yang paling sering digunakan.
Misalnya jari telunjuk ke depan saat melakukan orasi. Gerakan bahu mengembang saat diwawancara. Kemudian anda bisa melihat mana gerakan gerakan yang muncul tanpa sadar saat mengemukakan sesuatu.
Dengan melakukan kalibrasi ini, anda akan mudah melihat bahasa tubuh apa yang sering dipakai, lalu apa yang sebenarnya tokoh ini rasakan dan sampaikan.
Ketiga, pahami konteks. Memahami konteks ini berkaitan dengan situasi saat tokoh ini berbicara dan citra yang dibangun. Bahasa tubuh dalam konteks politik berkaitan dengan citra. Politik di situasi saat ini seperti sebuah panggung.
Tokoh politik dengan bahasa tubuh yang baik, umumnya memahami situasi dan konteks ia berbicara. Saat ingin memahami bahasa tubuh maka perlu memahami konteks dan ciri yang ingin dibangun. Dengan memahami konteks maka anda akan mudah melihat pesan apa yang ingin tokoh ini sampaikan.
Daniel Mashudi dalam tulisannya yang berjudul "Arti Gestur Jari Tangan" menjelaskan, Gestur jari telunjuk bisa diartikan untuk memberikan perintah, atau sedang menunjukkan suatu arah (ke atas, depan, samping) atau sesuatu hal yang sedang dimaksud.
Gestur atau bahasa tubuh politisi memang terkadang membingungkan. Anda tentu ingat peristiwa saat penetapan pemenang pemilu presiden lalu. Yudhoyono, sang pemenang, nyaris tak menebar senyum justru di hari kemenangannya. Bahkan, ketika ia berjabat tangan dengan Kalla, tak ada pula senyum mengembang.
Inilah bahasa tubuh para politisi. Penuh penafsiran. Terkadang terlihat seperti bahasa para pemain drama dan rakyat-lah yang menjadi penontonnya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya