Bung Hatta dalam bukunya yang berjudul “Demokrasi Kita” (1966) menulis begini: “demokrasi dapat berdjalan baik apabila ada rasa tanggung djawab dan toleransi pada pemimpin-pemimpin politik”.
Tanggung jawab dan sikap toleransi adalah syarat mutlak yang harus ada pada diri seorang pemimpin. Itulah integritas. Integritas seorang pemimpin menjadi dasar untuk memimpin dan mempengaruhi orang lain.
Seorang pemimpin politik tidak akan memimpin orang lain apabila ia sendiri tidak terkontrol. Artinya, ketika pemimpin itu melabrak banyak aturan, maka ia sendiri tak mampu memaksakan aturan itu pada orang lain. Dengan bahasa lain, ia “cacat” secara hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam konteks demokrasi, mengikuti dalil Bung Hatta, seorang calon pemimpin itu tidak boleh cacat hukum. Ia harus bebas dari “kerangkeng hukum” membelit dirinya sebagai warga negara. Tentu, calon pemimpin harus berstatus warga negara yang baik.
Salah satu kriteria warga negara yang baik adalah bayar pajak. Pajak merupakan darah dalam nadi pembangunan dan demokrasi. Tak ada pembangunan tanpa pajak. Tak ada demokrasi tanpa pajak. Seorang tak bisa menuntut hak-hak politiknya bila ia menghindar bayar pajak.
Kita ingat sejarah revolusi Amerika. Perang antara imperial Inggris dan koloni Amerika justru tersulut persoalan pajak pada Maret 1765. Koloni-koloni Amerika bersuara menentang raja Inggris. Lalu muncullah slogan “no taxation without representation” yang ditulis Patrick Henry. Inggris tak punya dasar untuk meminta pajak kepada koloni Amerika karena representani koloni tak ada di British Parliament. Persoalan itulah yang memuat koloni-koloni Amerika berjuang untuk mengurus diri sendiri (let us run our own affairs) dan membentuk negara sendiri.
Politik zaman sekarang, setiap warga negara pasti bayar pajak, tak ada lagi “let us run our own affairs”. “Nothing is certain but tax and dead”, kata Benjamin Franklin. Itu bagi warga negara yang normal. Kalau bangsa barbar, hanya kematian yang pasti. Mereka tak ada pajak konsumsi, PPN, PBB, pajak konsumsi, retribusi, dll. Mereka hidup bebas di alam liar.
Hidup bernegara tidak bebas dari pajak. Apalagi ingin jadi pemimpin politik yang hendak merepresentasikan kemauan rakyat, seseorang harus sadar pajak. Kalau ia tak sadar pajak, bagaimana mungkin ia dapat mengatur “uang rakyat” yang didapat dari pajak.
Kalau penerimaan pajak suatu daerah meningkat, itu pertanda daerah yang sejahtera. Artinya, aktivitas produksi dan konsumsi meningkat. Perumbuhan ekonomi daerah pun meningkat. Konsekuensinya, penerimaan pajak pasti naik. Dengan sistem desentralisasi, pajak akan kembali dan berdampak pada pembangunan daerah.
Halaman : 1 2 Selanjutnya