Hari ini langit terlihat cerah ceria, burung-burung berkicau riang, suara cicitnya terdengar di antara dahan pohon cemara yang menjulang tinggi di halaman kampus UKI St. Paulus.
Riak air mancur pun terdengar tak kalah nyaring di tengah taman bunga mawar berwarna merah tua.
Di sisi lain bagunan kampus itu nampak beberapa muda-mudi duduk bercengkrama di pelataran parkir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Rrrtt…i wanna go home…rrrrttt” nada dering ponsel milik Lea tiba-tiba menghentikan gelak tawa Chepi untuk sesaat.
“Le…ponsel kamu bunyi tu” ucap Chepi…sambil melirik ke arah wanita itu.
“Oh iya..suaranya tidak kedengaran” ucap Lea sembari tersenyum tipis menimpali ucapan sahabatnya sambil merogoh ransel cokelatnya.
Dilihatnya layar ponsel itu, “nomor baru? Ada yang tahu nomor ini punya siapa?”
Lea bertanya pada teman-temanya sambil memperlihatkan nomor ponsel tersebut.
Semuanya menggeleng kecuali Chepi.
“Pi…kamu kenal nomor ini punya siapa?”
Tanya Lea mengidentifikasi.
“Hehe…” Chepi tertawa kecil seraya menggelayut lengan sahabatnya itu lalu menjawab “Iya…nomor itu milik Maxim..”.
“Maxim?” Lea bertanya lagi sambil mengrenyitkan dahinya.
“Iya Maxim…sepupu jauhku, dia mau di kenalin sama kamu” jawab Chepi menjelaskan.
“Dasar mak comblang, ya udah aku save ya nomornya” jawab Lea kemudian sembari menepuk lembut pundak sahabatnya itu.
“Le..aku tahu bakal di save…tapi jangan cuma di-save doang yah…”ucap Chepi sambil menaikkan alis matanya.
“Jhahaha…..”muda-mudi itu pun tertawa bersama kembali.
Sejak pertama kali duduk di bangku kuliah Lea, Chepi, Chacha, Tito, Ino, juga Andre menjalin persahabatan.
Di antara mereka tidak ada yang boleh memiliki hubungan lain selain menjadi sahabat itu adalah janji mereka sebelumnya.
Selain menghabiskan waktu bersama di kampus mereka juga sering nongkrong di kosan milik Andre.
***
Sejauh ini banyak hal yang tlah mereka nikmati dan lalui bersama. Ada cinta terpendam, namun mereka lebih memilih setia menjadi sahabat.
Chacha memendam rasa terhadap Andre pun sebaliknya. Tito juga Ino jatuh cinta pada Chacha namun tak ada yang tahu selain Lea.
Sedangkan, Chepi menyimpan rasa terhadap Ino, jauh sebelum mereka menjadi sahabat seperti sekarang.
Dan Lea entahlah tak ada yang tahu isi hatinya. Berkaca pada hal ini teman-temannya sepakat untuk menjodohkan dirinya dengan Maxim. Sepupu Chepi. Seperti pepatah lama pucuk di cinta ulam pun tiba. Gayung bersambut rupanya.
***
Seiring waktu berjalan Lea dan Maxim pun resmi menjadi sepasang kekasih.
Meski tak pernah bertemu, dan menjalin hubungan jarak jauh keduanya mampu menjaga komitmen mereka.
Sampai tiba saatnya keduanya lulus kuliah, Maxim pun pulang dari Jakarta.
Kota yang selama ini ditempatinya semasa kuliah.
Hingga suatu waktu mereka pun akhirnya bertemu untuk pertama kalinya.
***
Sore itu, di lapangan Motang Rua kebetulan ada konser musik terbuka dari grup band ternama Andra and The Backbone.
Maxim pun mengajak Lea kekasihnya untuk bermalam minggu sekalian menikmati konser tersebut.
Hampir seluruh masyarakat kota Ruteng antusias dan memadati area lapangan Motang Rua, konsernya sangat memukau semua yang hadir.
Lagu-lagu yang dibawakan di hafal sangat baik pasangan tersebut. Sesekali mereka menghentakan kaki mengikuti irama lagu.
Kemudian saling memadang saat lagu romantis dinyanyikan seolah grup band itu tahu suasana hati keduanya.
“Gigi…” lelaki itu memangil kekasihnya. “Iya..ada apa Nyuk?” Jawab wanita itu.
“Gigi?!” Panggilnya lagi sambil menggelayut pinggul wanita itu.
“Pulang sekarang ya” bisiknya kemudian.
“Loh kok sekarang? Kan baru tiga lagu yang dinyanyiin, masa harus pulang?” Jawab wanita itu sekenanya sambil terus menggoyangkan badannya sambil sesekali bernyanyi pelan mengikuti lagu.
“Ayo?” ajak kekasihnya itu sambil menarik pelan tangan wanita itu tanpa menunggu persetujuannya lagi.
Dalam perjalanan Lea yang dibonceng kekasihnya itu terus memeluk erat tubuh prianya.
“Krunyuk?!?” Panggil si wanita agak keras seolah ingin menyaingi bunyi deru mesin motor Maxim.
“Hmm.” Jawab kekasihnya.
“Katanya mau pulang, tapi ini kan bukan arah jalan mau ke rumahku Nyuk” bicaranya lagi.
“Iya Gigi. Dasar bawel. Ikut saja, sebentar lagi kamu tahu tujuan kita kemana?” Jawab Maxim sembari menghentikan laju motornya di depan rumah milik orang tuanya sesaat setelah melewati Aline Pizza dan masuk ke sebuah gang kecil.
“Ayo masuk” ajak pria itu.
Lea hanya manggut kemudian berjalan pelan menyusul Maxim yang sudah masuk duluan.
“Di sini kok sepi, orang tuamu kemana Nyuk? Tanya wanita itu.
“Oh..bapa sama mama keluar kota, ada urusan, besok juga mereka pasti balik lagi kok, kenapa? Kamu takut berduan bersamaku di sini?” Bicara pria itu cepat.
“Emm, tidak juga sih. Cuma sedikit rada ngeri saja, berduaan bersama kamu di rumah ini tanpa ada siapa-siapa lagi, larut malam pula,” jawab Lea menimpali omongan Maxim.
Beberapa saat setelahnya, “mau tetap berdiri di situ atau mau duduk di sampingku,” ucap Maxim sembari menepuk kursi sofa berwarna hitam di ruang tamu rumah pria itu.
“Nyuk?? Sapa Lea setelah akhirnya memilih mengikuti tawaran Maxim. Kemudian menghempaskan tubuhnya di samping pria itu.
” Ya.” Jawab Maxim seraya memalingkan wajah ke arah Lea dan menatap lembut bola mata wanita.
Lea menunduk malu ditatap Maxim demikian.
Tangan wanita itu digenggamnya, Maxim membenahi rambut Lea yang jatuh tergerai di wajah wanita itu menutup pandangannya.
Suhu tubuh Lea berubah jadi panas. Maxim semakin giat memberi signal dan di luar dugaan pria itu Lea rupanya merespon dengan sangat baik.
Halaman : 1 2 Selanjutnya