Sengaja saya jarang mengangkat telponmu saat pagi dan sore hari. Saya sedang kerja dan kamu tidak mempercayai itu.
Kenapa kamu tidak menelpon saat malam saja sebelum tidur, saat pekerjaan saya telah selesai?
Saya pikir kamu merindukan saya, sesuatu yang akan terjadi secara otomatis di kamu dan saya pun membutuhkan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saya sedang belajar menjadi dewasa dalam pikiran serta tindakan yang tentunya tidak akan menggoda. Saya juga merindukan kamu dan kamu tetap saja tidak mempercayai kalau saya kerja.
Kamu tetap tidak mempercayai kalau saya kerja, padahal saya sudah mengirimkan sms ke nomor kamu beberapa kali. (Pesan dari 8830 tidak pernah kamu Yes-kan).
Kamu yang tidak ingin tahu kalau saya kerja, mungkin. Sesuatu yang saya buat adalah mengirimkan sms berkali-kali ke kamu dengan pulsa 0 rupiah, walau kamu tidak percaya saya kerja yang pernting saya sudah berusaha.
Yah, itu selesai di kamu, dan saya terus bekerja.
Setelah Pemilihan Umum selesai, saya kembali lebih aktif di rumah orang tua. Tidak pernah ke sekretariat PPK walau kontrak kerja belum selesai.
Sangat terasa, setahun lebih enam bulan menjadi PPK dan sungguh menghayati kalau jabatan tak akan dibawa mati, makanya saya tetap menyimpan ID Card. Tetap menyimpan segala kenangan pahit dan sangat manis.
Saya masih ingat momen saat pelantikan di Efata dihadapan lima komisioner dan berkaca-kaca menyanyikan lagu Indonesia Raya dan bergidik saat pengambilan sumpah. Sesentimentil inilah hidup seorang perempuan.
Saya pengangguran dan berada di rumah orang tua. Yah, pengangguran bukan berarti tidak bekerja.
Beberapa kali saya kirimkan pesan ke kamu untuk jelaskan tentang pekerjaan saya dari pagi sampai sore dengan pulsa nol rupiah.
Pengangguran bukan berarti saya tidak bekerja.
Masih ada honor beberapa bulan yang belum saya terima dan akan dipakai untuk bayar cicilan kuda, belikan oven baru dan menambah kompor di rumah bisnis buat kue, menambah bibit ayam pedaging, beli pulsa biar kita bisa telepon dan mendaftar test TOEFL biar bisa melamar beasiswa ke Luar Negeri.
Pekerjaan kali ini membuat saya lebih semangat dan sungguh merasa bahagia bisa melakukannya, walaupun kadang tidak teratur mengontrol air minum ayam pedaging.
Namun, tetap saja pekerjaan ini tidak diakui oleh orang tua yang membiayai kuliah saya sehingga mendapat gerlar S, Pd.
***
Saya seorang sarjana guru agama dari kampus tempat adik dan kakak saya kuliah. Saya sedang tidak ingin bercerita tentang kampus yang tiap kali saya ingin membayar regis selalu saja mendapat marah dari Bapa tentang biaya registrasi.
“Kau tidak bisa pintar sedikit kah biar bisa dapat beasiswa? Padahal saya pernah mendapat beasiswa prestasi, tetap saja Bapa mengomel begitu.
Lebih enak bercerita tentang teman angkatan, sembari saya menunggu pembeli ayam pedaging.
Banyak teman seangkatan yang sudah menikah dan punya anak, sementara saya sedang menghitung beberapa mantan kekasih saya.
Pekerjaan paling tidak sia-sia.
Hitungannya kembali ke satu. Itu pun setelah dipilah-pilah yang mana yang cocok dijadikan mantan yang dikenang dalam doa.
Yah, itu hanya wacana saya.
Kembalilah kita ke saya yang pengangguran dan belum menikah ini. Dengan bangga dan dengan mata yang berkaca-kaca saya bilang ke teman angkatan “saya akan kuliah lagi ke Australia pakai beasiswa dan sekarang sedang siap TOEFL dan memelihara ayam pedaging, doakanlah”
Halaman : 1 2 Selanjutnya