Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebagai satu-satunya partai yang menyatakan oposisi terhadap pemerintahan Joko Widodo-Ma`ruf Amin mengundang Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk bertemu. Setelah sempat menunggu, PKS akhirnya mendapat jawaban dari Demokrat, sementara PAN belum memberikan kepastian.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana Jakarta, Syaifuddin mengatakan, tidak menutup kemungkinan PKS, Demokrat dan PAN membentuk koalisi. Posisi PKS sebagai oposisi sangat lemah di Senayan, karena itu perlu menggalang kekuataan dengan mengundang Demokrat dan PAN.
“PKS berani untuk mengambil posisi oposisi kendati dia tidak punya teman. Tetapi tidak punya teman dalam beroposisi juga tidak baik karena usaha sia-sia nanti. Karena terlalu lemah, maka dia undang PAN dan Demokrat berkolalisi,” kata Syaifuddin saat dihubungi Tajukflores.com di Jakarta, Rabu (27/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski Demokrat sudah menyatakan sepakat bertemu, Presiden PKS Sohibul Iman menyebut pertemuan baru digelar awal Desember 2019 atau awal Januari 2020. Menurut Syaifuddin, ada kesan Demokrat mengulur-ulur waktu, termasuk PAN yang belum memberikan kepastian. Tarik ulur ini dinilainya sebagai bantuk strategi Demokrat PAN untuk membangun bargaining politik di hadapan PKS.
Pasalnya, kata dia, sikap Demokrat dan PAN berbeda dengan Partai NasDem dan Partai Berkarya. PKS memiliki bargaining politik sebagai oposisi sehingga didatangi Ketum Surya Paloh dan Ketum Tommy Soeharto.
“Artinya dalam membentuk oposisi nantinya, Demokrat dan PAN tidak mau diatur oleh PKS. Makanya dua partai ini tidak mau datang ujug-ujug seperti Nasdem dan Berkarya,” ujar dosen pascasarjana ini.
Selain masih membangun bargaining politik, Syaifuddin mengatakan Demokrat masih pikir-pikir untuk membangun koalisi sebagai oposisi dengan PKS. Alasan utama ialah perbedaan ideologi yang mendasar antara kedua partai ini.
“Ini kan dua partai yang sangat berbeda ideologi. Masyarakat tahu PKS kayak apa dan Demokrat itu nasionalis,” jelas Direktur Eksekutif Prestigious Political Communication Studies (P2CS) ini.
Syaifuddin mengatakan, kemungkinan lain kenapa Demokrat terkesan mengulur-ulur waktu ialah ingin tetap berjalan sendiri tanpa harus berkoalisi. Partai besutan Susilo Bambang Yudhyono (SBY) itu dinilainya kerap bermain politik abu-abu. “Karena kita melihat pengalaman partai ini selama ini, abu-abu. tidak ada kejelasan untuk mengambil sikap,” pungkasnya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya