Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengingatkan kejatuhan mantan Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur terkait wacana mengembalikan pemilihan Presiden melalui MPPR.
“Dijatuhkan Gusdur di tengah jalan oleh MPR mestinya cukup menjadi pembelajaran penting bagi kita betapa rapuhnya legitimasi presiden dipilih melalui mekanisme MPR,” kata Pangi kepada Tajukflores.com di Jakarta, Sabtu (30/11).
Pangi menilai wacana Presiden kembali dipilih MPR merupakan sebuah bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasalnya, salah-satu buah reformasi adalah perubahan mendasar dalam mekanisme pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung. Perubahan ini bukan-lah sesuatu yang ujuk-ujuk terjadi, pengalaman pahit berada di bawah rezim otoriter dengan legitimasi absolut MPR sebagai lembaga tertinggi negara adalah pokok perkaranya.
“MPR berubah wujud menjadi “stempel” kekuasaan dan di sisi lain presiden menjelma bagai dewa yang anti kritik, menjadi feodal seutuhnya, masyarakat dibungkam dan kebebasan berekspresi dikebiri,” kata Pangi kepada Alinea.id di Jakarta, Jumat (29/11).
Usul agar presiden kembali dipilih oleh MPR kembali mencuat usai pimpinan MPR dibawah pimpinan Bambang Soesatyo (Bamsoet) melakukan pertemuan dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Usai pertemuan itu, Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj mengatakan pihaknya merekomendasikan agar pemilihan presiden dikembalikan ke MPR.
Menurut Pangi, MPR yang tengah menggalang aspirasi seharusnya ingat akan perjuangan panjang kaum intelektual dan dukunga masyarakat luas yang akhirnya menumbangkan rezim otoriter.
Menurut dia, transisi dari rezim otoriter ke era domokratis memang tidak selalu berjalan mulus. Namun itu tidak serta-merta menjadi alasan untuk kembali ke fase kelam di bawah sistem yang dulu telah melahirkan otoritarianisme.
Halaman : 1 2 Selanjutnya