Advokat Peradi Petrus Selestinus menyoroti sejumlah kasus kematian tidak wajar warga di berbagai kabupaten/kota di wilayah itu. Dia menilai Polda NTT tidak menangani dengan sungguh-sungguh proses penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus tersebut.
Menurutnya, hal itu pun turut menjadi perbincangan publik, hingga diangkat dalam Forum Group Publik (FGD) kalangan akademisi. Bukan tanpa sebab, diskusi itu dilakukan sebagai bentuk kontrol publik terhadap kinerja Polri, sekaligus memberikan legitimasi kepada profesionalisme Polri.
Kata Petrus, kasus-kasus tersebut juga diangkat sebagai bentuk protes sekaligus ungkapan keprihatinan atas pelayanan penegakan hukum Polda NTT. Di antaranya yaitu Anselmus Wora di Ende, Markus Nula di Nagekeo, Nimrod Tameno, Mikael Louis Alhan, dan Heribertus Uskono di Kupang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kasus-kasus ini merupakan kasus yang gagal diungkap tanpa pertanggung-jawaban ke publik atau dark number dalam wilayah hukum Polda NTT. Kasus-kasus yang gagal diungkap itu menambah daftar panjang kasus kematian tidak wajar di NTT,” kata Petrus di Jakarta, Jumat (14/2).
Semisal dalam kasus kematian almarhum Nimrod Tameno (78) pada 28 Oktober 2018 lalu. Dilaporkan oleh keluarga almarhum ke Polda NTT pada 23 Januari 2019 setelah menunggu tiga bulan pihak Polres Kabupaten Kupang tidak mengambil langkah penyelidikan atas dugaan pembunuhan terhadap alamarhum.
Untuk diketahui, Nimrod Temeno merupakan warga Desa Tunbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang.
Petrus mengatakan publik menaruh ekpektasi yang tinggi terhadap Polri untuk mengungkap tuntas kasus tersebut. “Seiring dengan fasilitas tercukupi dan gaji yang tinggi, fasilitas kerja dengan ruang ber-AC, kendaraan dan alat komunikasi yang canggih,” katanya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya