Rencana pemerintah untuk membangun sarana dan prasaran wisata premium di Taman Nasional Komodo (TNK) mendapat penolakan dari koalisi masyarakat yang tergabung dalam Gabungan Masyarakat Pegiat Konservasi dan Pariwisata (GMPKP) Labuan Bajo.
Beberapa hari lalu, GMPKP menggelar unjuk rasa di kantor DPRD Manggarai Barat dan sejumlah lokasi lainnya. Salah satu tuntutannya ialah mencabut Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam yang membolehkan adanya investasi.
Anggota Komisi VI DPR asal NTT, Yohanis Fransiskus Lema atau yang akrab disapa Ansy Lema termasuk orang yang mengkritisi Permen KLHK ini. Secara khusus ia mempertanyakan alih fungsi lahan di hutan Bowosie Kabupaten Manggarai Barat seluas 400 hektar menjadi kawasan wisata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Ansy Lema, hutan Bowosie yang dialihfungsikan lahannya menjadi kawasan wisata, akan dikelola oleh Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo. Kawasan hutan Bowosie tersebut terletak di wilayah empat desa yaitu Nggorang, Golo Bilas, Marombok dan Wae Kelambu, tidak jauh dari Kota Labuan Bajo.
“Hutan ini dialihfungsikan oleh BOP Labuan Bajo-Flores untuk pembangunan Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores. Apa yang menjadi dasar kajiannya mengingat hutan tersebut menjadi sumber keseimbangan ekosistem di Labuan Bajo?,” kata Ansy Lema dalam siaran pers yang diterima Tajukflores.com, Minggu (16/2).
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan para pejabat eselon I KLHK, Selasa (04/02) lalu, Ansy mempertanyakan tugas uatama KLHK, apakah konservasi atau investasi.
“Jika kedua-duanya, maka KLHK perlu menjelaskan apa yang menjadi tujuan konservasi ataupun investasi di TNK. Hal ini mengingat investasi dan konservasi adalah dua hal yang tidak mudah untuk diselaraskan dalam praktiknya. Investasi berorientasi profit, konservasi fokus soal pelestarian alam,” jelas dia.
Berdasarkan data yang diperolehnya, ternyata beberapa perusahaan sudah diizinkan masuk dan berinvestasi di tiga pulau, yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar. Sebelumnya pun, sudah dibuat zonasi yang memisahkan Taman Nasional Komodo (TNK) dan Pulau Padar. Investasi ini berkaitan erat dengan Permen KLHK Nomor 8 Tahun 2019.
“Pertanyaan saya, apa dasar kajian akademis dari permen tersebut sehingga membolehkan adanya investasi di wilayah Taman Nasional seperti TNK? Pertanyaan selanjutnya, apa roadmap/peta jalan dan konservasi TNK yang dirancang KLHK di tengah gelora pariwisata premium wilayah Manggarai Barat?,” jelas dia.
Ansy mengatakan, kawasan Pulau Komodo bukanlah ekosistem biasa. TNK merupakan habitat asli hewan purbakala. Kalau permen ini dipaksakan dan manusia semakin banyak datang ke Pulau Komodo, bukan tidak mungkin keberadaan hewan langka dan dilindungi tersebut akan terganggu dan terancam punah.
Karena itu, dia pun mempertanyakan pengambil kebijakan KLHK tersebut, apakah sudah melibatkan DPRD, masyarakat sipil, akademisi, pelaku pariwisata dan lainnya.
“Maka dari itu, sebagai Anggota DPR RI asal NTT, saya meminta dan mendesak permen ini segera dihapus jika tidak ada dasar kajian akademis dan argumentasi yang jelas. Pembentukan kebijakan akan menjadi sangat berbahaya apabila tidak melibatkan diskursus publik dan tanpa kajian akademik yang kuat dan mendasar.
BOP Labuan Bajo dituding sebagai dalang
Polemik investasi di kawasan TNK muncul setelah Presiden Jokowi mencanangkan Labuan Bajo ke dalam program destinasi pariwisata super prioritas. Jokowi menjadikan Labuan Bajo sebagai wisata super premium.
Untuk tujuan itu, Jokowi melakukan perubahan zonase dengan menjadikan Kawasan TNK dan sekitarnya sebagai Kawasan Strategis Nasional. Dasar hukumnnya ialah Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018 Tentang Badan Otorita Pengelola (BOP) Kawasan Pariwisata Labuan Bajo, Flores. Dalam lingkup Labuan Bajo, terdapat kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK) yang juga dikembangkan sebagai tempat wisata.
Halaman : 1 2 Selanjutnya