Keberadaan 49 Tenaga Kerja Asing (TKA) yang konon berasal dari China di Bandara Haluoleo Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (15/3) menyedot banyak perhatian berbagai kalangan masyarakat.
Kedatangan mereka menjadi pro dan kontra. Ihwalnya bermula dari video berdurasi 58 detik bahkan telah diviralkan ke mana-mana. Isinya memuat pernyataan tentang TKA asal China di pintu kedatangan Bandara Haluoleo.
Dalam video itu juga terdengar pernyataan “corona lagi, corona, wuah satu pesawat corona semua. video tersebut menjadi geger dan berdampak luas bagi masyarkat Sulawesi Tenggara. Mereka menjadi resah dan takut terjadi kenapa-kenapa dengan virus corona. Sampai-sampai Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam dan Gubernur Ali Mazi turun tangan memerintahkan jajarannya dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengatasi kasus ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kapolda bergerak cepat menelusuri video tersebut akhirnya mendapat titik terang dan si pelaku pembuat rekaman video viral bernama Harjono berusia 39 tahun ditangkap polisi. Pelaku merupakan warga Desa Onewila Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Dia tangkap pada hari yang sama, yakni pada Minggu (15/3).
Peristiwa ini menarik dikaji karena antara dua institusi saling bertentangan satu sama lain yaitu Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam dan Kepala Kantor Perwakilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Tenggara, Sofyan. Kedua pejabat publik itu menyampaikan informasi tentang kedatangan TKA asal China itu ke Bandara Haluoleo Kendari berbeda-beda.
Menurut hasil penelusuran Brigjen Merdisyam bahwasanya TKA asal China itu bukan datang dari China melainkan datang dari Jakarta. Mereka bekerja di salah satu perusahan smelter yang ada di Sultra. Jadi para TKA tersebut semenjak mereka bekerja di perusahan ini belum pernah kembali ke China. Mereka berangkat dari Jakarta dalam rangka mengurus izin kerja dan memperpanjang kontrak kerja di Jakarta kemudian kembali ke Kendari. Tidak hanya itu, mereka juga sudah mengantongi surat keterangan sehat, surat keterangan dari karantina kesehatan dan perizinan dari Imigrasi sebelum pulang ke Kendari.
Sedangkan Sofyan menuturkan TKA itu bukan TKA lama melainkan TKA baru yang berangkat dari China transit di Thailand sebelum akhirnya tiba Indonesia. Mereka semua sudah diverifikasi perwakilan RI di Bangkok pada 15 Maret 2020 sehingga boleh diizinkan masuk ke Indonesia via Bandara Soekarno-Hatta atas izin petugas Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta berbasis surat sertifikat kesehatan yang diterbitkan pemerintah Thailand sejak 29 Februari-15 Maret 2020.
Anehnya dalam penuturan Sofyan terdapat peraturan Menkumham Nomor 7 tahun 2020 pada pasal 3 ayat 2 yang mewajibkan seluruh TKA yang tiba di Indonesia harus menjalani karantina selama 14 hari. Kata beliau semua TKA itu belum menjalani hal itu.
Pertanyaan mendasar, mengapa data yang disampaikan Kapolda berbeda dengan data yang disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sultra? Kondisi demikian membuat masyarakat menjadi bingung bahkan kasus ini menjadi berita nasional. Hemat penulis, hal ini terjadi bisa jadi disebabkan kurangnya koordinasi antara pihak otoritas yaitu Polda, Menkumham Sultra, dan Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta.
Penyelesaian kasus ini menjadi tanggunjawab bersama ketiga instansi tersebut di atas dan bukan menjadi beban pihak kepolisisan Polda Sultra semata.
Pernyataan yang disampaikan Kapolda Sultra berdasarkan hasil investigasi di lapangan yaitu pihak PT Virture Dragon Nickel Industry yang beroperasi di Morosi tempat 49 TKA asal China bekerja. Hal ini juga dibenarkan penuturan pihak perusahan yang diwakili Indrayanto selaku External Affairs Manager yang menegaskan para TKA itu baru tiba dari Jakarta setelah mengurus perpanjangan visa kerja dan juga memiliki kondisi sehat dan bebas dari virus Corona atau Covid-19 setelah menjalani serangkaian pemeriksaan kesehatan di Jakarta sesuai standar WHO.
Halaman : 1 2 Selanjutnya