Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Pohukam) Prof. Mahfud MD memaparkan kronologis Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kini menjadi polemik.
Mei lalu, pemerintah menerima surat dari DPR terkait usulan RUU HIP yang telah disahkan oleh paripurna.
“Pada tanggal 22 Mei, presiden menerima surat dari DPR usulan RUU HIP yang disahkan paripiurna, sudah ada di daftar inventaris masalah (DIM). Kemudian pada tangggal 8 Juni, presiden berkirim surat kepada Menko Polhukam untuk membahasn RUU HIP ini,” papar Mahfud saat Webinar Asosiasi Professor Indonesia (API) dengan tema Pro-Kontra Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP), Rabu (23/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hadir pula dalam webinar tersebut, Prof. Abraham Saleng dari Unhass Makassar, Anggota DPR RI Herman Khaeron, dan sejumlah anggota API lainnya.
Nah, polemik mulai ramai pada tanggal 08 Juni. Penolakan agak keras salah satunya muncul dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI mengeluarkan 8 poin maklumat. Dalam maklumat nomor 7, seolah memancing pertentangan antara TNI dengan Polri dan Pemerintah.
“Isinya seruan kepada umat Islam, kalau ada apa-apa laporkan ke kantor TNI terdekat. Seolah-olah ini hanya urusan TNI. Butir 8, umat Islam harus siap jika RUU HIP diloloskan. Tapi kita memaklumi itu,” kata Mahfud.
Selain MUI, ormas kegamaan lainnya seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dam kelompok islam kritis garis keras menyuarakan penolakan yang sama kerasnya dengan kelompok purnawirawan TNI, akdemisi kampus, dan kaum santri.
Pemerintah sendiri mengakui ada yang tidak tepat dalam RUU HIP ini. Yakni dari sisi substansi, menyangkut dua hal yang amat penting. Pertama, dalam RUU HIP, memang menyebut beberapa TAP MPR. Namun, TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tak muncul tentang pembubaran PKI dan larangan penyebaran ajaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme.
“Di situlah muncul keributan, kenapa ini tak disebutkan, padahal menyangkut ideologi dan dasar negara, TAP MPRS ini sangat penting dan krusial. Tapi ini sudah diselesaikan. Artinya, semua stakeholder sudah sependapat bahwa TAP MPRS 25 Tahun 1966 itu berlaku,” kata Mahfud.
Kedua, ada poin pemerasan sari-sari Pancasila menjadi Tri Sila dan Eka Sila dalam Pasal 7 draft RUU HIP. Sementara sebenarnya, konsep ini hanya dianggap sekadar sejarah usulan Bung Karno saat pembentukan Pancasila.
“Jadi kenapa sekarang jadi istimewa, kenapa muncul ini dan akan dinormakan? Sebagai sejarah yang mau dinormakan, itu sudah diselesaikan. Secara substansial, baik pemerintah maupun pengusul sudah sependapat bahwa itu tidak bisa dimasukkan dalam undang-undang,” ujar Mahfud.
“Kesimpulannya, tidak benar Pancasila diperas jadi Tri Sila atau Eka Sila. Tidak benar dari sudut substansi kalau tak memasukkan TAP MPRS 25 Tahun 66,” tegasnya.
Pemerintah Tak Bisa Mencabut RUU
Sementara masalah proseduralnya, kata Mahfud, RUU ini merupakan inisiatif DPR. Presiden pun telah memanggilnya dan meminta penjelasan.
“Karena ini, saya didatangi banyak pihak ke kantor saya. Saya dipanggil Presiden untuk menjelaskan. Presiden belum tahu betul RUU HIP. Karena ini kan usulannya DPR. Prolegnas disepakati RUU ini. Wajar Presiden menyerahkan kepada Menteri terkait,” ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Tajukflores.com. Mari bergabung di Channel Telegram "Tajukflores.com", caranya klik link https://t.me/tajukflores, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Halaman : 1 2 Selanjutnya