Malam itu sepertinya istimewa bagi Muhammad Rafi. Beberapa rekannya menyambutnya dalam sebuah jamuan makan malam sederhana, merayakan jerih payah Rafi yang berhasil masuk SMA Negeri 28, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Rafi berhasil masuk ke SMA 28 Jakarta, beberapa jam sebelum pendaftaran jalur zonasi ditutup pada 27 Juni lalu. Sekolah ini dibilang salah satu sekolah unggulan di DKI Jakarta.
“Saya sempat nyerah. Seminggu saya bolak-balik ke Dinas Pendidikaan DKI dan sekolah saya di Citayem untuk urus penyesuaian data. Kok gini, uang udah habis,” kata Rafi saat berbincang di kediamannya di Yayasan Taruna Pertiwi, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Senin (20/7) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Langkah Rafi sebenarnya tak mulus. Sehari setelah diterima di SMA 28, handphonenya yang digunakannya untuk kegiatan sekolah selama masa pandemi Covid-19 ini raib dicuri orang.
“Saya langsung lapor ke sekolah. Tapi namanya sekolah ya gak tahu-menahu hal kayak gitu. Mereka diam aja,” ujarnya.
Tak hilang akal, Rafi nekat meminjam uang Rp1 juta dari kenalannya. Sebanyak Rp350 ribu ia gunakan membeli handpone bekas, sisanya ia simpan untuk keperluan perlengkapan lainnya. Namun, usaha itu belum cukup. Saat mengikuti sekolah melalui aplikasi Zoom, handphone itu bermasalah.
“Kalau lagi Zoom, gambar tidak muncul. Saya lalu lari ke warnet terdekat setiap hari kalau ada kelas pakai Zoom,” katanya.
Lantaran menggunakan Zoom di warnet memakan ongkos, Rafi kemudian mengeluhkan persoalan itu kepada Nunung, seorang wanita yang kerap mengikuti pengajian di Yayasan Taruna Pertiwi. Sudah sepekan ini ia mengikuti kegiatan belajar online melalui handphone baru itu. Senyum Rafi sumringah, kendala awal persekolah sudah bisa diatasi.
“Saya cita-citanya pengen jadi tentara,” ujar Rafi terkekeh.
Niat Rafi melanjutkan sekolah unggulan tak lepas dari pengalaman hidupnya sebagai seorang bekas anak jalanan. Dia berharap, kesempatan bersekolah di SMA 28 akan merubah nasibnya. “Saya mau merubah nasib saya lewat pendidikan,” katanya.
Rafi bercerita, setelah orang tuanya bercerai, ia meninggalkan bangku sekolah di kelas 5 di salah satu sekolah di kawasan Klender, Jakarta Timur. Ia pun mulai hidup melunta-lunta di jalanan menjadi joki three in one. Pada tahun 2012, ia ditangkap razia Satuan Polisi Pamong Praja dan ditempatkan di Panti Asuhan Anak (PSA) Putra Utama, Cengkareng, Jakarta Barat.
Di panti inilah Rafi melanjutkan sekolahnya yang terputus. Oleh pengurus panti, Rafi melanjutkan Paket A di PKBM Negeri 07 Cengkareng. Kehidupan panti yang ketat membuat Rafi tak betah. Ia pun memilih kabur saat duduk di kelas dua di sebuah SMP di kawasan Cengkareng.
Halaman : 1 2 Selanjutnya