Distrik Beoga hari itu Ahad (25/4) nampak senyap. Hanya suara semilir angin dari balik rerimbunan pepohonan dan deru knalpot motor yang terdengar merajai udara. Hari itu sekira pukul 3.30 WITA kepala BIN Daerah (KABINDA) Papua Mayjen Anumerta TNI Putu Danny bersama Kasatgas Elang, Kasatgas Delta, dan beberapa personil dari timsus Elang dan Bantek Delta diserbu oleh KKB pimpinan Lekagak Telenggen, salah satu kelompok tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) paling diburu aparat keamanan.
Bagian kepala belakang Brigjen TNI Putu Danny tertembak peluru sniper sehingga menyebabkan beliau gugur sebagai kusuma bangsa.
Pada 26 April beberapa jam pasca penembakan itu BIN melalui juru bicaranya Dr Wawan Hari Purwanto melabeli KKB dengan sebutan Kelompok Separatis Teroris (KST). Pascapenetapan BIN terhadap KKB sebagai Kelompok Separatis Teroris, Polri dan TNI pun menyampaikan sikap yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintah kemudian secara resmi melalui Menkopolhukam Mahfud MD menetapkan KKB-OPM sebagai organisasi teroris dengan mengacu pada UU No. 5 tahun 2008 yang menyebut bahwa teroris adalah siapapun yang merencanakan, menggerakan, dan mengorganisasikan terorisme.
Sementara terorisme sendiri adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror dan ketakutan secara meluas yang dapat menimbulkan korban secara massal. Selain itu, menimbulkan kehancuran terhadap obyek vital strategis terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.
Pascapenetapan KKB-OPM sebagai Kelompok Separatis Teroris oleh pemerintah tentu mempunyai implikasi pada manajemen penyelesaian konflik oleh pemerintah. Dalam melakukan pemberantasan kelompok teror KKB-OPM pemerintah hendaklah memakai UU terorisme, ketika KKB-OPM sudah dikategorikan sebagai organisasi teroris maka kewenangan penindakan terhadap KKB-OPM murni sepenuhnya berada di wilayah Kepolisian dalam hal ini adalah Densus 88 Anti Teror.
Sementara pada lingkup ancaman separatisme KKB-OPM untuk memisahkan diri dari NKRI maka TNI menjadi garda terdepan penindakannya.
Secara hukum penetapan KKB-OPM oleh pemerintah sebagai kelompok teroris tentu sangatlah tepat, KKB-OPM selama ini seperti menjadi hantu yang senantiasa meneror masyarakat Papua dengan beragam aksi biadabnya: menembaki guru, pelajar, membakar sekolah-sekolah, memerkosa para gadis desa, membakar rumah warga seperti kejadian terakhir 17 April 2021 di Kampung Dambet, Distrik Beoga. Bahkan kelompok ini juga tak segan-segan membakar rumah ibadah (gereja).
Selain Kelompok Separatis Teroris pimpinan Lekagak Telenggen, di Papua juga terdapat Kelompok Separatis Teroris lain yang beroperasi seperti kelompok Nau Walker, yang dahulu menguasai wilayah Intan Jaya sebelum pasukan gabungan TNI-Polri menguasai kembali wilayah tersebut, Nau Walker merupakan salah satu pimpinan jaringan Sabinus Walker.
Secara politik pelabelan pemerintah pada Kelompok Lekagak Telenggen, Sabinus Walker dan lain-lain membuat sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Beny Wenda ini akan tersudutkan di luar negeri. Terlebih apabila keputusan pemerintah menetapkan KKB-OPM sebagai organisasi teroris ini kemudian mendapatkan ‘restu’ dari PBB.
Sudah bisa dipastikan hal ini akan melemahkan ruang gerak diplomasi OPM dan memutus mata rantai pendanaan jaringan kelompok ini di luar negeri.
Halaman : 1 2 Selanjutnya