Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai Nasdem, PKS dan Partai Demokrat gagal mendeklarasikan capres-cawapres tepat di Hari Pahlawan, Kamis (10/11). Deklarasi diurungkan karena PKS dan Demokrat belum bersedia.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai batalnya deklarasi Koalisi Perubahan tak lain karena belum adanya titik temu tentang siapa yang akan diusung menjadi calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Anies Baswedan.
“Koalisi pendukung Anies masih mencari titik temu, terutama penentuaan kursi cawapres. Paling tidak harus ada yang mengalah. Mungkin saja dengan adanya jaminan sebagai pemimpin koalisi atau jatah menteri yang lebih besar. Ya, deal-dealnya pasti berada di ranah itu,” ujar Arifki dalam keterangannya di Jakarta, seperti dikutip pada Minggu (13/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Arifki mengatakan, bahwa ada beberapa penyebab deklarasi Koalisi Perubahan ini gagal pada momentum Hari Pahlawan.
Pertama, Nasdem sudah diuntungkan karena telah mendeklarasikan Anies lebih awal, sedangkan Demokrat dan PKS harus berebut kursi cawapres.
Sebaliknya, Partai Demokrat ingin mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebaliknya PKS ingin menduetkan Anies dengan Ahmad Heryawan atau Aher.
“Kesepakatan ini bisa terlaksana lebih cepat jika salah satu partai mengalah atau menerima tawaran lain sebagai pemimpin koalisi, serta jumlah kursi menteri yang lebih besar jika Koalisi Perubahan menang,” ucapnya.
Kedua, Koalisi Perubahan sedang mencari momentum yang tepat untuk melakukan deklarasi. Dengan belum munculnya capres dari PDI Perjuangan (PDIP) dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB/Golkar, PAN dan PPP), koalisi perubahan tentu menyimpan nama cawapres untuk dikeluarkan pada saat yang tepat, sehingga tetap menjadi bahan percakapan pada momentum punyaknya.
Ketiga, penentuaan nama cawapres tentu juga berhubungan dengan basis wilayah. Dari nama-nama yang muncul sebagai cawapres seperti Ridwan Kamil, Aher, Khofifah Indaparwansa, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, dan AHY berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga ini menyulitkan capres mencari figur cawapres yang tepat.
Arifki menilai Koalisi Perubahan ini lebih sibuk ke dalam menemukan titik temu diantara ketiga partai, terutama antara Demokrat dan PKS. Jika pontensi PKS dan Demokrat pindah ke partai lain tentu ini langkah yang sulit.
“Ini tidak hanya menjauhkan pemilihnya dari harapan terhadap figur yang diusung, hal lainnya juga berdampak pada lemah daya tawar PKS dan Demokrat di partai lain karena datangnya belakangan,” beber dia.
Halaman : 1 2 Selanjutnya