AKBP Arif Rachman Arifin, terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice kasus kematian Brigadir J, mengaku mengalami dilema moral di awal kejadian pembunuhan Brigadir J. Tangis Putri Candrawathi membuat ia luluh dan mempercayai adanya dugaan pelecehan seksual yang dialami isti Ferdy Sambo itu.
Arif merupakan wakil kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divpropam Polri saat Brigadir J dibunuh di rumah dinas Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022.
Hal itu disampaikan AKBP Arif Rachman Arifin saat membacakan poin-poin pembelaan dalam pleidoi pribadinya dalam sidang lanjutan perkara perintangan penyidikan kematian Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (3/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Arif mengaku dirinya mengalami dilema moral ketika mendengarkan cerita dari Ferdy Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri.
Selain itu, Arif juga melihat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menangis. Alhasil, membuat Arif berempati kepada atasannya itu.
“Saya seperti terkondisikan oleh rasa empati, sehingga tidak ada pemikiran janggal saat itu, terlebih dari tampilan raut muka bapak FS dan PC sangat sedih dan terpukul oleh kejadiannya menimpa ibu,” kata Arif di ruang sidang.
Di sisi lain, Arif juga merasa tegang kala melihat emosi Ferdy Sambo yang tidak stabil dan rentan perubahan kepribadian, bersikap kasar, dan penuh ancaman.
“Keadaan demikian yang muncul dalam setiap kontemplasi saya antara logika, nurani, dan takut bercampur. Sungguh tidak semudah membaca kalimat dalam peraturan tentang menolak perintah atasan, tidak semudah melontarkan pendapat,” kata Arif lantas mengusap air mata.
Arif buka suara ihwal pertanyaan `Mengapa tidak melakukan ini, Mengapa tidak bersikap begitu` yang kerap ditanyakan JPU.
Arif mengeklaim budaya organisasi Polri yang mengakar pada rantai komando, hubungan berjenjang yang disebut relasi kuasa bukan sekadar ungkapan.
Halaman : 1 2 Selanjutnya