Frumentus Hono baru saja selesai mengemaskan kedelai hasil panen pada Musim Tanam (MT) II ke dalam sejumlah karung di gudangnya sore itu.
Pria 46 tahun itu tampak kelelahan. Sambil sesekali mengusap keringat yang masih bercucuran di tubuhnya, ia mengatur rapi karung-karung berisi kedelai itu di gudang tersebut. Menti, begitu ia disapa, dibantu oleh tiga orang pemuda merapikan karung-karung berisi kedelai itu.
Setelah semuanya tertata rapi di gudang, barulah mereka duduk santai, menghela napas sambil meneguk air mineral dari sebuah ketel plastik berwarna oranye untuk sekadar melepas lelah.
Rencananya, kedelai yang sudah dikemas dan disusun rapi itu akan didistribusikan ke sejumlah kelompok penerima yang tersebar di tiga kabupaten di NTT.
“Kedelai ini akan diantar ke tiga kabupaten yaitu Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat,” kata Menti kepada Tajukflores.com beberapa waktu lalu.
Menti sendiri ialah seorang penangkar kedelai di Desa Kajong, Kecamatan Reok Barat, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selain menjadi penangkar, Menti juga sehari-hari bekerja sebagai petani kedelai. Ia menceritakan, di desanya, kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan.
“Menanam kedelai sudah jadi semacam budaya bagi kami para petani di sini. Ada hasil atau tidak, kami dan warga di sini tetap akan tanam kedelai,” terang Menti.
Pada panen Musim Tanam II lalu, Menti mengaku bahwa dirinya mengundang Bupati Manggarai, Hery Nabit dan istri Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat, Julie Laiskodat untuk mengikuti acara panen kedelai secara simbolis.
“Hasil itu kemarin yang kami sekarang kemas di gudang dan mau disiapkan untuk didistribusikan kepada setiap kelompok penerima di Kabupaten Manggarai Raya,” tutur Menti.
Jadi Tempat Produksi Benih
Menti menceritakan, saat ini, Desa Kajong telah menjadi sumber produksi benih kedelai untuk tiga daerah kabupaten yang ada di wilayah Manggarai Raya.
Seluruh pengadaan benih kedelai di wilayah itu ialah dilakukan di Kajong.
Itu rupanya tidak tanpa alasan. Sebab, Desa Kajong memiliki lahan produksi kedelai yang sangat besar dan luas.
“Satu kelompok ada yang 10 hektare, ada yang 15 hektare, ada yang 20 hektare,” ujar dia.
Dari lahan produksi yang luas dan besar tersebut, petani bisa menanam kedelai dalam dua musim tanam selama satu tahun.
Untuk Musim Tanam I, petani akan memanfaatkan lahan kering, dengan waktu tanam mulai Desember hingga Januari. Tanaman kedelai itu sudah bisa dipanen tiga bulan kemudian, yaitu pada April.
Sementara untuk Musim Tanam II, petani akan menanam kedelai di lahan sawah tadahan, yaitu setelah panen padi pada Maret hingga April.
“Untuk satu musim tanam, kedelai yang dipanen bisa capai kurang lebih 130 ton,” ujar Menti.
Menti menjelaskan, selain karena para petani di desanya itu cukup antusias untuk menanam kedelai dan ditambah keberadaan lahan yang subur serta luas, selama ini mereka juga mendapat dukungan dari pemerintah daerah.
Dukungan dari pemerintah daerah itu dirasakan oleh para petani baik pada saat proses penanaman benih dan perawatan maupun ketika tanaman kedelai itu sudah dipanen.
Pada saat proses penanaman dan perawatan misalnya, pemerintah daerah selalu memberikan perhatian atau dukungan dalam bentuk pemberian obat-obatan pemberantas hama penyakit, juga bantuan berupa pupuk.
“Bantuan lain juga berupa mesin rontok. Hampir semua kelompok di sini sudah ada mesin rontok bahkan ada traktor, juga mesin pompa,” terang Menti.
Sementara itu, bantuan pasca panen dari pemerintah daerah kepada petani ialah dalam bentuk penyediaan jejaring pasar.
“Berkaitan pasaran, itu campur tangan pemerintah. Mereka yang bantu,” terang Menti.
Komitmen Pemerintah
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai memang saat ini telah memiliki perhatian serius untuk budi daya atau pengembangan produksi kedelai di wilayah tersebut.
Hal itu dilakukan sebagai bentuk kontribusi pemerintah daerah untuk membantu mewujudkan swasembada kedelai nasional.
Pemerintah pusat sendiri memproyeksikan tahun 2026 nanti, Indonesia tidak lagi mengimpor kedelai. Bahkan pada saat itu nanti, perbandingan antara produksi dan konsumsi kedelai nasional diperkirakan mengalami surplus.
Kekinian, Indonesia mengalami defisit kedelai. Produksi nasional tak cukup memenuhi kebutuhan yang tinggi.
Berdasarkan data neraca pangan Kementerian Pertanian, kebutuhan atau permintaan kedelai di dalam negeri sangat tinggi. Namun, angka ketersediaannya masih sangat rendah, bahkan defisit 2,5 juta ton.
Untuk memenuhi tingginya permintaan di dalam negeri tersebut, selama ini, pemerintah mengatasinya dengan menjalankan kebijakan impor.
Pada 2021 lalu misalnya, Indonesia mengimpor kedelai dan bungkil kedelai senilai Rp62 triliun, yang berasal dari Argentina (39%), Amerika Serikat (29%), dan Brazil (25%).
“Sehingga harapan-harapan ke depan, yang perlu dikembangkan adalah terkait dengan pengembangan komoditi kedelai tersebut,” ujar Plt. Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai, Micha Dima beberapa waktu lalu kepada Tajukflores.com.
Pemerintah Kabupaten Manggarai telah menyiapkan sejumlah langkah nyata untuk membantu meningkatkan produktivitas dan ketersediaan kedelai di Indonesia.
Langkah konkret itu dilakukan dengan mempersiapkan 670 hektare lahan produktif yang bisa digunakan untuk menaman dan membudidayakan tanaman kedelai.
Lahan seluas 670 hektare tersebut tersebar di sejumlah kecamatan, yaitu di Kecamatan Reok dan Reok Barat, Kecamatan Cibal dan Cibal Barat, dan Kecamatan Satar Mese dan Satar Mese Barat.
Secara lebih rinci, luas lahan untuk budi daya dan produktivitas kedelai dari masing-masing kecamatan tersebut ialah sebagai berikut.