“Majelis Hakim menambahkan pemberatan hukuman sesuai Pasal 52 KUHP karena pelaku merupakan anggota kepolisian yang telah menyalahgunakan kekuasaannya,”tutur dia.
Sepanjang tahun 2023, Komnas HAM mencatat Polri sebagai pihak yang paling banyak diadukan, lebih tinggi dibandingkan korporasi dan pemerintah.
Laporan terhadap Polri pun tidak melulu soal penggunaan kekerasan berlebihan, namun juga tentang profesionalisme Korps Bhayangkara dalam penyelidikan dan penyidikan perkara.
Sementara itu, KontraS menemukan setidaknya 54 kasus penyiksaan sepanjang Juni 2022 – Mei 2023, 34 kasus di antaranya dilakukan oleh anggota kepolisian. Namun, dari 34 kasus tersebut, 19 kasus tidak ada proses penindakan terhadap pelaku Polisi.
ICJR, kata Lovina, memandang praktik penyiksaan pada proses penangkapan dan penahanan memang mustahil dihilangkan jika tidak ada perubahan mendasar melalui revisi KUHAP untuk menghadirkan pengawasan oleh pengadilan (judicial scrutiny) dalam proses penangkapan dan penahanan.
Hal ini perlu dilakukan sebagai usaha untuk mengakhiri akar penyebab masalah ini yang terletak pada kewenangan kepolisian yang begitu besar untuk melakukan penangkapan dan penahanan tanpa diimbangi mekanisme pengawasan yang ketat.
“Selama ini penangkapan dan penahanan dilakukan oleh aparat kepolisian dengan begitu mudah, murni penilaian dari polisi,” ungkapnya.
Lovina menambahkan, KUHAP ke depan harus diubah untuk memastikan adanya mekanisme yang mewajibkan aparat kepolisian untuk menghadapkan tersangka kepada hakim setelah ditangkap
“Untuk dilakukan penilaian oleh hakim mengenai perlu tidaknya dilakukan penahanan termasuk kondisi tersangka, sehingga kejadian praktik penyiksaan dalam proses penangkapan dan penahanan dapat diminimalisir,” tandas dia.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.