“Apalagi dalam membaca buku ini, kita bisa langsung tersadar mengenai rekam jejaknya yang begitu kejam terhadap aktifis-aktifis pada waktu itu,” ungkapnya dalam kesempatan yang sama.
Adapun Muhammad Sutisna, seorang pengamat militer, menyoroti kemunduran demokrasi di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara. Ia mencatat adanya upaya kelanggengan kekuasaan dengan melibatkan keluarga, serupa dengan strategi politik yang diterapkan di Filipina.
Sutisna memperingatkan agar Indonesia tidak mengulang kejadian tersebut dan menegaskan pentingnya memahami rekam jejak calon pemimpin.
“Oleh karena itu, apa yang terjadi di Filipina jangan sampai terulang di Indonesia. Sehingga dengan adanya Buku Hitam Prabowo Subianto bisa membuka akal nurani kita, untuk melihat calon pemimpin dari rekam jejaknya. Karena buku ini menjelaskan secara rinci bagaimana kekejaman yang dilakukan oleh rezim Soeharto yang notabenenya adalah mertuanya.
Diskusi ditutup dengan pertanyaan dari peserta seputar isu penculikan yang selalu muncul dalam setiap momentum politik. Sutisna menjelaskan bahwa isu pelanggaran HAM ini terus muncul karena masalah tersebut belum terselesaikan.
Diskusi diakhiri dengan pernyataan penutup dari narasumber, mengingatkan pentingnya memilih pemimpin dengan pemahaman yang baik terhadap visi, misi, dan rekam jejaknya, karena hal tersebut sangat berkaitan dengan masa depan bangsa Indonesia.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.