Jombang – Sejumlah kelompok Gerakan Jombang Menggugat bersama Gerak 98 menggelar Tadarus Awal Tahun. Kegiatan tersebut bertujuan untuk membedah isi buku “Buku Hitam Prabowo Subianto, Sejarah Kelam Reformasi 98.”

Bedah buku yang berlangsung di Warkop Lakabudi Kabupaten Jombang, Selasa, 16 Januari 2024 itu menyoroti rekam jejak Prabowo Subianto sebagai elemen penting dalam memilih pemimpin yang akan membawa bangsa ke arah yang lebih baik.

Acara dibuka oleh Syahrozi, Inisiator Jombang Menggugat, yang menyampaikan pandangannya bahwa buku tersebut dapat membuka wawasan, khususnya bagi generasi muda, tentang pentingnya memilih pemimpin berdasarkan rekam jejaknya.

“Apalagi kita merasakan situasi hari ini banyak terjadi pelanggaran-pelalnggaran mulai dari konstitusi yang ditabrak hingga adanya upaya untuk melanggengkan kekuasaan dengan berbagai cara yang sangat diluar nalar,” kata Syahrozi.

Sadat Al-Mahiri, tokoh masyarakat Jombang, memberikan apresiasi terhadap Buku Hitam Prabowo Subianto. Menurutnya, banyak generasi muda yang belum memahami dan merasakan langsung peristiwa Orde Baru.

“Sehingga penting bagi mahasiswa yang mendapatkan mandat sebagai agen intelektual untuk sama-sama membangkitkan nalarnya agar sama sama kita memperjuangkan cita-cita reformasi yang masih belum terlaksana dengan baik,” ujarnya.

Ketua Forum Rakyat Jombang, Joko Fatah, mengingatkan peserta agar tidak memilih pemimpin yang tempramental dan cenderung otoriter, seperti yang tergambar dalam rekam jejak Prabowo Subianto. Ia menekankan pentingnya kecerdasan dalam memilih pemimpin, terutama dengan membaca buku ini untuk lebih memahami karakter calon pemimpin.

“Apalagi dalam membaca buku ini, kita bisa langsung tersadar mengenai rekam jejaknya yang begitu kejam terhadap aktifis-aktifis pada waktu itu,” ungkapnya dalam kesempatan yang sama.

Adapun Muhammad Sutisna, seorang pengamat militer, menyoroti kemunduran demokrasi di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara. Ia mencatat adanya upaya kelanggengan kekuasaan dengan melibatkan keluarga, serupa dengan strategi politik yang diterapkan di Filipina.

Sutisna memperingatkan agar Indonesia tidak mengulang kejadian tersebut dan menegaskan pentingnya memahami rekam jejak calon pemimpin.

“Oleh karena itu, apa yang terjadi di Filipina jangan sampai terulang di Indonesia. Sehingga dengan adanya Buku Hitam Prabowo Subianto bisa membuka akal nurani kita, untuk melihat calon pemimpin dari rekam jejaknya. Karena buku ini menjelaskan secara rinci bagaimana kekejaman yang dilakukan oleh rezim Soeharto yang notabenenya adalah mertuanya.

Diskusi ditutup dengan pertanyaan dari peserta seputar isu penculikan yang selalu muncul dalam setiap momentum politik. Sutisna menjelaskan bahwa isu pelanggaran HAM ini terus muncul karena masalah tersebut belum terselesaikan.

Diskusi diakhiri dengan pernyataan penutup dari narasumber, mengingatkan pentingnya memilih pemimpin dengan pemahaman yang baik terhadap visi, misi, dan rekam jejaknya, karena hal tersebut sangat berkaitan dengan masa depan bangsa Indonesia.