Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) mengecam keras pernyataan advokat Saor Siagian, anggota tim advokasi TAMPAK terkait kasus penembakan Brigadir Joshua di rumah Kadiv Propam Polri nonaktif, Irjen Ferdy Sambo.

Dalam sebuah pernyataan, Saor Siagian menyebut jika pernyataan Koordinator Perekat Nusantara, Petrus Salestinus sangat berbahaya dan merugikan Irjen Ferdy Sambo. Saor menyebut jika Petrus telah membuat pernyataan bahwa Irjen Ferdy Sambo sebagai pelaku peristiwa pembunuhan Brigadir Joshua.

Menurut Petrus, apa yang disampaikan Saor Siagian merupakan bagian dari produksi berita bohong, mengedepankan sensasi dari pada substansi.

Saor, sebut Petrus, menambah panjang daftar orang-orang yang telah menyebar berita bohong (hoaks) demi menghakimi Irjen Pol Ferdy Sambo dan mengaburkan hasil autopsi kedua pada, Rabu, 27 Juli 2022 besok.

Baca Juga:  Masuk Masa Tenang Pemilu 2024, Panwaslucam Cibal Barat Tertibkan APK

“Bagi Saor Siagian, apakah dengan memproduksi dan menebar berita bohong dan dengan kesimpulan yang sesat, TAMPAK baru bisa menunjukan eksistensinya dalam mengadvokasi kasus ini. Atau apakah hanya dengan aksi sensasi dan publisitas tinggi, lantas TAMPAK berpuas diri sebagai telah melakukan advokasi?,” ujar Petrus dalam keterangannya, Selasa, 26 Juli 2022.

Menurut Petrus, Perekat Nusantara mengungkap fakta tentang “trial by the press” oleh media sosial terhadap Irjen Ferdy Sambo dan institusi Polri, dalam kasus kematian dan dugaan pembunuhan Brigadir Joshua. Dampaknya, kata Petrus, hal itu berhasil membentuk opini publik dengan memposisikan Irjen Ferdy Sambo seolah-olah sebagai pelakunya.

Baca Juga:  300 Petinju dari 27 Negara Ikut Piala Presiden di Labuan Bajo

Trial by the press terhadap Irjen Pol. Ferdy Sambo dan Institusi Polri tak terelakan bahkan tidak terkendalikan lagi. Sehingga publik di-brain wash (cuci otak), dengan memproduksi sebanyak mungkin berita bohong, mengarahkan seolah-olah Irjen Pol. Ferdy Sambo, sebagai terduga pelaku pembunuhan Brigadir J,” jelas advokat Peradi ini.

“Dengan tuduhan yang bertubi-tubi dari kuasa hukum keluarga korban dan aksi publisitas yang berlebihan bahwasanya kejadian penembakan yang menjadi sebab matinya Brigadir J terjadi selama dalam perjalanan 7 jam dari Magelang ke Jakarta (kemungkinan pertama), dan di Duren Tiga, Jakarta Selatan (sebagai kemungkinan kedua), publik seolah dibius untuk percayai isu sesat itu,” sambung dia.