“Lalu mengapa bukan “perdagangan manusia”, perdagangan terlalu luas dan motif berbeda-beda. Sementara dalam drama ini bermula tergiur dengan besarnya upah dan nilai uang yang tinggi,” imbuh guru bahasa Inggris dan Sosiologi yang saat ini mengajar di SMAN 2 Cibal tersebut.
Erick, salah satu penonton yang ikut menyaksikan langsung drama tersebut, mengatakan bahwa pentingnya sekolah. Kata dia, karena dengan itu bisa memahami apa sebenarnya TKW.
“Dengan wawasan yang luas juga kita bisa menimbangkan suatu pekerjaan yang cocok untuk kemampuan kita,” ungkap Erick.
Melalui akting yang memukau dan alur cerita yang kuat dari 35 orang anak muda kampung Copu, drama tersebut berhasil menyentuh hati penonton dan membuat mereka tak bisa menahan air mata.
“Sebagian penonton merasa terharu, karena ada salah satu adegan yang mereka lihat dan menurut mereka itu menyedihkan, kebanyakan orang tua mengeluarkan air mata, merasa trauma anak dan suami serta keluarga mereka yang pergi merantau,” ujar Heri.
Drama “Rupiah Merenggut Nyawa” ini diharapkan dapat menjadi sarana edukasi bagi masyarakat, khususnya di NTT, agar lebih waspada terhadap perdagangan manusia.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.