Awalnya, tindakan pelecehan ini dilaporkan dilakukan Brigadir J di tempat ia tewas ditembak. Namun, setelah ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa oleh penyidik, Ferdy Sambo mengubah keterangan menjadi bahwa Brigadir J melakukan aksinya itu di daerah Magelang.
Dalam pengakuannya saat diperiksa oleh penyidik Mabes Polri pada 11 Agustus, Ferdy Sambo mengatakan bahwa di daerah Magelang, Brigadir J melakukan aksi yang melukai harkat dan martabat keluarga.
Sebagai kepala keluarga, Ferdy Sambo tidak menerima bahwa keluarganya diperlakukan seperti itu, dan karenanya, ia marah dan menghabisi nyawa putra Samuel Hutabarat tersebut.
Pengakuan Ferdy Sambo ini membuat pihak keluarga Brigadir J sulit untuk percaya. Ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat mengatakan, pengakuan itu justru membuat pihak keluarga menjadi bingung.
“Kami dari keluarga merasa bingung atas keterangan resmi yang dikeluarkan Mabes Polri yang mengatakan unsur sakit hati yang dimulai sejak dari Magelang hingga Sambo membunuh Yoshua,” kata Samuel Hutabarat, Kamis (11/8)
Terlepas dari pengakuan yang membingungkan pihak keluarga, Samuel meminta agar pihak kepolisian terus mengusut secara tuntas terkait masalah kematian anaknya Brigadir J.
Mereka mendesak Polri agar transparan dalam hal proses penyelidikan masalah ini, termasuk soal motif di balik aksi pembunuhan yang telah dilakukan Ferdy Sambo tersebut.
“Saya minta kepada penyidik Mabes Polri untuk buka saja kasus ini secara transparan dan jangan ada yang ditutupin,” ujar Samuel.
Diketahui, dalam kasus kematian Brigadir J, polisi juga telah menetapkan tersangka kepada tiga orang lainya, yaitu Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR) dan KM.
Mereka dijerat dengan pasal 340 tentang pembunuhan berencana. Dia terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap keempat tersangka menurut perannya masing-masing, penyidik menerapkan Pasal 340 subsider 338 junto pasal 55-56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.*