Dalam pidato kemenangan Presiden Jokowi di Sentul 14 Juli 2019 menilai belum menyinggung pemberantasan korupi. Namun demikian membangun pemerintah yang bersih dan berwibawa tentu merupakan kebijkan yang permanen.

Mengapa? Karena tindakan korupsi adalah suatu perbuatan yang tidak disukai oleh umat manusia di dunia (hostis humanis generis), maka sesungguhnya orang yang melakukan perbuatan korupsi selain patut dijerat dengan delik yang pantas juga wajar dilabeli hukuman sosial (social punishment).

Indonesia terbelenggu dalam lingkaran Korupsi yang semakin lama membudaya, itulah satu satu problem terbesar bangsa ini. Sejak 2002, KPK telah bekerja keras mengeliminasi tindakan korupsi yang dilakukan dengan pengawasan, pencegahan dan juga penegakkan hukum secara tegas. Namun demikian harus disadari bahwa korupsi telah lama dilakukan secara terencana, terstruktur dan masif karena  tata laksana dan tata praja telah memberi ruang korupsi.

Tindakan korupsi tidak hanya cermin dari rendahnya mental dan moral individu, tetapi juga sebuah patologi sosial yang menyebabkan kerusakan nilai-nilai elementer seperti nilai kejujuran dan integritas. Saya mengapresiasi berbagai usaha KPK untuk membendung kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan dan memperlambat kemajuan bangsa dan negara akibat kebocoran anggaran Negara.

Pada masa yang akan datang membangun kesadaran untuk hidup bersih dan membangun pemerintah yang berwibawa tidak boleh hanya menjadi beban penegak hukum, tetapi mesti menjadi perhatian semua komponen bangsa. Kemitraan startegis KPK dan Instansi pemerintah serta elemen masyarakat sipil (civil society) untuk membangun kesadaran tentang bahaya korupsi menjadi urgent. Selain KPK membangun mitra Startegis dengan institusi penegak hukum dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Baca Juga:  Duet Prabowo-Puan VS Anies-Ganjar di Pilpres 2024, Siapa Unggul?

Untuk memperbaiki lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK tidaklah muda,  tentu membutuhkan stratgi dan taktik baru secara lebih maju. Sudah waktunya KPK menemukan hambatan, melakukan perbaikan dan memantapkan kebijakan yang lebih progresif dan komprehensif.  

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pada masa yang akan datang KPK perlu memantapkan 4 aspek terpenting yaitu:

1. Manusia (Moral Hazard) 

a). KPK mesti membangun kesadaran secara terencana, sismatis dan masif kepada Aktor Pemerintah baik Aparat Sipil Negara (ASN) vertikal maupun horisontal dan Rakyat Indonesia. KPK mesti memberi pesan kepada semua komponen bangsa bahwa Korupsi  tindakan kejahatan yang tidak disukai oleh umat manusia di dunia (hostis humanis generis) karena dampaknya sama dan sebanding lurus dengan tindakan Narkotika dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan sehingga orang merasa takut untuk berbuat korupsi.

b). Memperkuat Kapasitas; pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills), mental dan moral (attitute) bagi pegawai penegak hukum yang terkait dengan korupsi.

Salah satu aspek yang terpenting adalah mentalitas penegak hukum terkait penanganan kasus secara professional, objektif, berimbang dan berkeadilan.

Baca Juga:  Mahasiswa asal Flotim Dilarang Pulang: Bapak Bupati, Kami Mau Makan Apa?

2. Regulasi dan Tata Kelola.

Mencari, Menemukan dan Menutup pintu-pintu atau kran-kran Korupsi baik dari segi regulasi, pelaksanaan teknis dan operasional, serta nomenklatur dan tata kelola baik pemerintah (state) dan swasta (non-state) yang memberi ruang korupsi selama ini. Korupsi tidak hanya semata-mata  dilakukan hanya karena mental dan  perilaku individu tetapi juga berbagai regulasi yang dibuat oleh pemerintah memberi kemudahan.

Upaya mencegah korupsi mesti dimulai dengan memotret berbagai peraturan perundangan baik UU, PP hingga keputusan-keputusan pimpinan instansi pemerintah baik vertikal maupun horisontal.

Dalam konteks ini di dalam buku berjudul Negara Gagal (Falls of Nations) yang ditulis oleh Daren Acemoglu secara tegas mengatakan bahwa: “Suatu Negara gagal bukan karena adanya perbedaan infrastruktur tetapi karena sekelompok elit oligarki ekonomi dan politik menguasai sebagain besar kekayaan, dan keputusan politik dan hukum hanya dibuat untuk memperkuat  pemupukan kekayaan bagi sekelompok oligarki tersebut”.

Persolaan yang serius dalam konteks ini adalah bahwa berbagai regulasi yang dibuat pada masa orde baru sebagain besar dibuat atau dirancang untuk memperkuat punggawa politik dan ekonomi tetapi ketika reformasi pemerintah kurang melakukan amandemen atau perubahan peraturan perundangan tersebut.

Dalam rangka pencegahan, KPK mendorong Pemerintah secara serius agar melakukan amandemn atau perubahan berbagai perundang-undangan tersebut.