Advokat sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai Pemerintah baik tingkat pusat, provinsi hingga kabutaen tidak serius dalam menangani persoalan perdagangan manusia berkedok Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di NTT. Ini terkait persoalan TKI ilegal yang meninggal di luar di Malaysia.
Diketahui, menurut data Balai Pelayanan Penempatan Perlindungan TKI (BP3TKI), selama Januari-Desember 2019 ada 119 TKI asal NTT yang meninggal. 117 meninggal di Malaysia, 1 orang meninggal di Singapura dan 1 lagi meninggal di Senegal. 117 yang meninggal di Malasyia tanpa dokumen resmi sebagai TKI, sedangkan dua yang meninggal di Singapura dan Senegal terdata di BP3TKI Kupang.
Dari 119 jenazah pekerja migran tersebut 112 jenazah sudah dipulangkan, 6 jenazah dimakamkan di Malaysia sedangkan 1 jenazah sedang dalam proses.
“Soal TKI legal, NTT paling siap penangannya. Tapi kenapa angkanya paling kecil. Yang ilegal, ada ribuan. Ini salah siapa? Ini pemerintah pusat/provinsi/kabupaten tidak perhatian sama sekali,” kata Petrus dalam diskusi publik Forum Aliansi Advokat Aktivis dan Jurnalis NTT di Jakarta bertajuk “Membedah Persoalan Perdagangan Manusia di NTT” Telaah Kasus TKI Ilegal di Jakarta, Kamis (9/1).
Menurut Petrus, penanganan TKI ilegal di NTT terkesan setengah hati, dan bahkan dibiarkan. Dia menduga ada sindikat perdagangan manusia yang hingga saat ini masih bermain di NTT.
“Apa pemerintah itu tidak tahu bahwa TKI itu diperdagangankan? Terus kelompok yang diatas tidak diusut, hanya calo-calo kecil yang ditangkap,” tegasnya.
Petrus mengatakan, perlu langkah tegas dari Gubernur NTT Viktor Laiskodat untuk memberantas kasus perdagangan orang yang berkedok pengiriman TKI ke luar negeri.