Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta Kapolri Listyo Sigit melakukan reformasi di tubuh Polri agar kekerasan terhadap jurnalis tidak terulang lagi.
Berdasarkan catatan AJI, pelaku kekerasan terhadap jurnalis paling banyak adalah aparat kepolisian. Sepanjang Mei 2020 sampai Mei 2021, dari total 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis, sebanyak 70 persen di antaranya dilakukan polisi.
“Ada 58 kasus yang terduga pelaku-nya aparat polisi. Tentu ini ironi karena polisi seharusnya jadi pelindung masyarakat, termasuk jurnalis, tapi justru menjadi pelaku utama,” kata Ketua Umum AJI Sasmito dalam “Peluncuran Catatan AJI atas Situasi Kebebasan Pers Indonesia 2021” yang dilaksanakan secara daring, di Jakarta, Senin (3/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut dia, aparat kepolisian seharusnya menjadi pelindung bagi seluruh masyarakat, termasuk jurnalis.
Ketua Bidang Advokasi AJI Erick Tanjung dalam paparannya menyebutkan bahwa polisi menjadi mayoritas pelaku kekerasan terhadap jurnalis dengan persentase 70 persen.
Kemudian, pelaku kekerasan lainnya adalah advokat, jaksa, pejabat pemerintahan/eksekutif, Satpol PP/aparat pemerintah daerah, dan pihak tidak dikenal.
Beberapa kasus kekerasan yang jadi perhatian AJI setahun terakhir ini adalah kekerasan yang dialami jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi.
“Beliau dipukuli, penganiayaan, dan mendapatkan intimidasi saat melakukan peliputan untuk konfirmasi kepada salah satu mantan pejabat di Kemenkeu. Saat ini sudah naik ke tahap penyidikan di Polda Jatim, namun belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka,” ucap Erick.
AJI pun sudah melaporkan kasus penganiyaan terhadap Nurhadi itu kepada Propam Mabes Polri lantaran pelaku penganiayaan itu diduga dari aparat kepolisian terkait pelanggaran kode etik.
Kemudian, AJI juga menyoroti vonis terhadap jurnalis Banjarhits.id/Kumparan di Kalimantan Selatan, Diananta Sumedi.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya