Publik kembali dibuat gempar dengan istilah ikan asin dalam konten video YouTube belakangan ini. Sebelumnya, istilah tersebut sering digunakan untuk menyalahkan korban kekerasan seksual, yakni sebagai ikan asin yang sengaja memancing “kucing” atau laki-laki untuk memerkosa.
Dengan kata lain, ikan asin merupakan terminologi politis yang mencederai seksualitas perempuan. Seksualitas perempuan dicederai karena penggunaan istilah terdebut mengarah pada objektivikasi perempuan sebagai makhluk yang dianggap pantas dilecehkan dan disakiti laki-laki. Penempatan laki-laki sebagai subjek dan perempuan sebagai objek dengan hadirnya era new media makin menguatkan bias gender dalam representasi bermedia.
Sebagaimana diketahui, dalam video “Konten Mulut Sampah Rey Utami dan Pablo Benua” berjudul “Galih Ginanjar Cerita Masa Lalu” yang diunggah di YouTube, terdapat pernyataan Galih Ginanjar yang menyebut bagian tubuh mantan istrinya, Fairuz A. Rafiq, berbau ikan asin. Atas pencemaran mana baik terhadap Fairuz A. Rafiq, Galih Ginanjar, Pablo Benua, dan Rey Utami dijerat Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 43 Ayat (1) dan/atau Pasal 27 Ayat (3) jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya