17 Agustus 2019, di Palermo, sebuah kota kecil di Pulau Sisilia-Italia. Sekitar pukul 18.30, handphone saya bergetar.
Rupanya ada pesan yang masuk di aplikasi whatsApp saya. Saya buka. Benar ada sebuah Video berdurasi 1,54 menit. Pikir saya pasti video cuplikan Dirgahayu RI ke-74. Tapi ternyata bukan. Saya menonton video itu sampai selesai. Suhu saat itu cukup panas. Dilayar handphone saya terbaca: 37°C. Tapi kepala saya tetap dingin. Dan sebagai bagian dari “anak-anak ter-salib” yang “mencintai salib” saya terdorong untuk berbagi rasa dalam sebuah tulisan sederhana ini.
Paus Emiritus Benediktus XVI, dalam satu kesempatan Audiensi Umum di Lapangan Santo Petrus, Rabu 29 Oktober 2008, berbicara tentang sebuah tema menarik yakni: “Yang Penting dari Kristologi adalah Teologi Salib” (L’importanza della cristologia: la teologia della Croce).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tema ini menjadi bagian salah satu renungan Paus dari rangkaian Katekese tentang Pertobatan Santo Paulus.
Sri Paus Benediktus XVI, saat itu, mengawali renungannya dengan mengatakan bahwa, dalam pengalaman pribadi Santo Paulus ada satu file hidup yang tak terbantahkan yakni Paulus yang awalnya adalah seorang penganiaya dan pembenci orang-orang Kristen, dengan pertobatannya dalam perjalanan ke Damaskus, menjadi seorang pencinta radikal akan Kristus.
Pengalaman perjumpaan Paulus dengan Kristus ini memiliki dua sisi reflektif akan makna sentral Salib Yesus bagi Paulus. Yang pertama sisi universal: Yesus benar-benar mati untuk semua orang, dan yang kedua sisi subjektivitas: Dia (Yesus) juga mati untuk saya.
Adapun satu penggalan teks Kitab Suci yang dikutip: “Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah” (1 Kor. 1:18); “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.” (1 Kor. 1:22-24).
Kutipan ayat-ayat ini saya tampilkan bukan untuk dinterpretasi secara eksegetis tapi mari kita baca lalu cukup untuk direnungkan. Atau Jurgen Moltmann, dalam karyanya “The Crucified God” mengatakan perendahan diri Allah yang total itu digambarkan dengan jelas dalam peristiwa salib. Dan Rasul Paulus juga dalam surat kepada Jemaat di Filipi menjelaskan perendahan diri Allah yang sempurna itu ada pada peristiwa salib. Melalui salib, keselamatan diraih.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya