Jakarta – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas merespons putusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII yang mengharamkan umat Islam mengucapkan salam berdimensi doa milik agama lain.
Menag Yaqut menegaskan bahwa pengucapan salam lintas agama merupakan praktik baik untuk menjaga toleransi di Indonesia dan tidak perlu dikaitkan dengan hal ihwal ubudiyah.
“Salam enam agama, itu kan praktik baik untuk menjaga toleransi, tidak semuanya harus dikaitkan dengan hal ihwal ubudiyah. Jadi jangan dilihat dari sisi teologis lah gitu, tapi ada sisi sosiologis yang harus dipertimbangkan,” kata Yaqut usai rapat di Senayan, Jakarta, Selasa (4/6).
Yaqut meyakini bahwa pengucapan salam lintas agama tidak akan mengganggu keimanan seseorang. Ia mencontohkan Nabi Muhammad SAW yang juga pernah mengucapkan salam kepada umat non-Muslim.
“Nabi juga pernah mengucapkan salam kepada umat nonmuslim, itu mencampuradukkan, nggak? Makanya saya bilang jangan selalu tidak semuanya bisa dibicarakan dalam ranah teologis,” ujarnya.
“Ada ranah sosiologis, apalagi dalam konteks keindonesiaan yang memiliki keragaman budaya, kultur, ras, agama. Itu kan saling menghormati, caranya begitu, saya kira tidak usah dipermasalahkan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yaqut menegaskan bahwa salam lintas agama bukanlah mencampuradukkan akidah.
Putusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII memang menegaskan bahwa pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah dan harus mengikuti ketentuan syariat Islam. Oleh karena itu, pengucapan salam berdimensi doa milik agama lain diharamkan bagi umat Islam.
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.