Sejumlah warga di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar deklarasi referendum terbatas untuk mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiga periode di Kupang, Senin (21/6). Referendum terbatas ini juga didukung Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL).
Menanggapi itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), menilai, gagasan referendum terbatas sangat ambisius dan tidak legitim. Alasannya, selain tidak ada payung hukum, juga tidak sejalan dengan prinsip perwakilan yang terkandung di dalam UUD 1945 itu sendiri.
“Tugas menjajaki bagaimana persepsi masyarakat NTT tentang jabatan Presiden Jokowi tiga periode, sebetulnya cukup dilaksanakan oleh sebuah lembaga survei yang kredibel,” kata Petrus dalam keterangannya, Kamis (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Petrus menjelaskan, referendum dalam pengertian undang-undang adalah hal ikhwal meminta pendapat rakyat secara langsung tentang setuju atau tidak setuju terhadap kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945. Sementara, berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terbaru, mayoritas warga Indonesia (74%), termasuk partai politik menolak Jokowi tiga periode.
“Pertanyaannya, untuk kepentingan siapa Komite Referendum NTT dibentuk? Apa yang hendak dilakukan oleh Komite Referendum, dan seberapa besar kemampuan masyarakat NTT dapat mengubah persepsi rakyat Indonesia untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi menjadi tiga periode,” ujar Petrus.
Menurut Petrus, referendum merupakan sebuah istilah yang sering muncul dalam dinamika politik di Indonesia. Bukan saja di Era Orde baru, tetapi juga di era Reformasi, terkait dengan upaya meminta persetujuan rakyat tentang perubahan konstitusi.
Halaman : 1 2 Selanjutnya