Namun demikian, lanjut dia, suatu pola hubungan yang nyata memberikan batasan tegas antara atasan dan bawahan.
“Pola ini yang kadang menyuburkan penyalahgunaan keberadaan oleh atasan terhadap bawahan,” ucap Arif.
Menurut Arif, kondisi rentan penyalahgunaan keadaan tidak bisa mudah dipahami oleh semua orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ihwal praduga bersalah terhadap dirinya, kata Arif, mungkin dipengaruhi oleh predikatnya sebagai penegak hukum, berseragam, dan kepangkatan.
“Sebagai seorang lulusan akademi kepolisian yang berpangkat AKBP, dengan pengalaman di berbagai bidang seakan menjadi suatu nilai kepastian dengan predikat itu, pendidikan pasti akan selalu memiliki kemampuan untuk menolak perintah atasan,” tutur Arif.
Padahal, kata dia, yang terjadi adalah budaya organisasi di manapun berada sangat berdampak, sehingga sangat rentan terhadap penyalahgunaan keadaan karena ada relasi kuasa.
“Saya meskipun dengan predikat demikian rupa hanyalah bawahan. Saya hanya merupakan manusia biasa bahwa dalam relasi kuasa berada di bawah kendali atasan,” tutur Arif Rachman.
AKBP Arif Rachman dituntut hukuman satu tahun penjara dalam perkara itu. Ia merupakan satu dari tujuh terdakwa perkara obstruksi penyidikan kematian Brigadir J. Adapun enam terdakwa lainnya ialah Ferdy Sambo, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Irfan Widyanto, Hendra Kurniawan, dan Agus Nurpatria.
Tujuh perwira polisi itu didakwa secara bersama-sama merintangi penyidikan kematian Brigadir J.
JPU mendakwa ketujuh terdakwa itu dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Halaman : 1 2