Wacana mengenai sistem pemilihan anggota legislatif (pileg) 2024 terus menjadi perdebatan mengenai sistem yang paling cocok untuk diterapkan, apakah proporsional terbuka atau tertutup.
Dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI, hanya PDIP yang menginginkan agar Pileg 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
Dalil PDIP dibenarkan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, yang menilai sistem pemilu dengan model proporsional terbuka sarat masalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, tidak sistem yang ideal dalam suatu pelaksanaan pemilihan pileg. Apakah sistem proporsional terbuka atau tertutup, kata dia, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan.
“Dalam studi saya, secara umum tidak ada yang ideal antara proposional terbuka atau tertutup. Masing-masing punya plus minus,” kata Burhanuddin dalam sebuah diskusi beberapa hari lalu, seperti dikutip pada Jumat (6/1).
Meski demikian, dalam temuan survei Indikator Politik Indonesia pada 1-3 Februari 2021, mayoritas publik (78,2%) mengiginkan agar sistem proporsional terbuka tetap dipertahankan. Hanya 11,7% yang setuju dengan model tertutup, sisanya 10% yang tidak menjawab.
Keinginan publik ini sejalan dengan keyakinan merasa terwakili oleh anggota DPR yang dipilih langsung ketimbang oleh partai politik. Sebanyak 46% responden menyatakan terwakili oleh anggota DPR, 28,1% merasa terwakili oleh parpol asal anggota DPR dan sisanya 25,9% tidak menjawab.
Menurut Burhanuddin, meski mayoritas publik menginginkan proporsional terbuka tetap dipertahankan, hal tak bisa dipungkiri ialah, model ini justru menyuburkan praktik politik uang.
Dari sekian riset yang ada, menyimpulkan rata-rata pengeluaran caleg DPR RI mencapai angka Rp4 miliar dan bahkan ada yang menghabiskan sampai Rp20 miliar.
Diketahui, dalil ini juga dijadikan alasan oleh PDIP untuk merubah sistem pileg, dari terbuka kembali ke model tertutup yang dipakai era Orde Baru. Bahkan, PDIP menilai sistem proporsional terbuka menyebabkan biaya pemilu tinggi dan menjadi beban berat bagi penyelenggara pemilu.
Halaman : 1 2 Selanjutnya