Rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjadi korban pencemaran minyak mentah akibat meledaknya anjungan minyak Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009, mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pemerintah Federal Australia di PBB sebesar 15 miliar dolar Amerika Serikat.
“Kami telah menunjuk seorang pengacara ternama Monica Feria-Tinta yang berdomisili di London untuk segera melaksanakan tuntutan tersebut, termasuk di dalamnya kerugian sosial ekonomi masyarakat sebesar 15 miliar dolar Amerika Serikat,” ujar Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni di Kupang, Minggu (29/12).
Tanoni menjelaskan pengajuan tuntuntan ganti rugi itu telah disampaikan rakyat korban pencemaran, termasuk di dalamnya petani rumput laut, nelayan dan masyarakat NTT yang menyebar di 13 kabupaten/kota pada 5 Desember 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menegaskan angka tuntutan ganti rugi tersebut tidak terlalu berlebihan dan berdasarkan pada hitungan kerugian sosial ekonomi yang kredibel dan akuntabel yang dilakukan oleh Prof Mukhtasor dari ITS Surabaya.
Tanoni menambahkan hari ini, tepatnya 10 tahun 4 bulan yang lalu, wilayah perairan Indonesia di Laut Timor, sebagian besar tercemar minyak mentah bercampur zat kimia timah hitam dan bubuk kimia dispresant akibat meledaknya anjungan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor saat itu.
Tragedi kemanusiaan yang terjadi pada 21 Agustus 2009 itu, kemudian “membunuh” lebih dari 100.000 mata pencaharian warga Nusa Tenggara Timur, terutama para petani rumput laut, para nelayan, serta berbagai penyakit aneh yang menyerang masyarakat pesisir sampai membawa kematian.
Selain itu, kata Tanoni, hancurnya puluhan ribu hektare terumbu karang di wilayah perairan Laut Timor yang belum dihitung besar kerugiannya. “Jadi tuntutan ganti rugi sebesar 15 miliar dolar AS itu tidak terlalu berlebihan,” katanya mengutip Antara.
Halaman : 1 2 Selanjutnya