Koordinator Tim Pembela Demokrasi (TPDI), Petrus Selestinus menyoroti pernyataan politisi Partai Gerindra Fadli Zon, pengamat politik Rocky Gerung dan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas terkait kerumunan di Maumere saat penjemputan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut dia, ketiganya coba menarik peristiwa kerumunan warga Maumere ke dalam kasus kerumunan massa Rizieq Shihab, yang tentunya berharap agar Jokowi juga diproses secara hukum.
“Mereka memaksa publik harus menerima cara berpikir mereka bahwa apa yan terjadi di Maumere sama dengan kasus Rizieq Shihab,” kata Petrus dalam diskusi Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) Jakarta, Minggu (28/2).
Petrus menjelaskan bahwa peristiwa kerumunan Jokowi di Maumere dan kerumunan Rizieq Shihab di Bandara Soekarno Hata merupakan dua hal yang berbeda. Apalagi, kata dia, Rizieq menjadi tersangka bukan karena kerumunan di Bandara Soetta, melainkan saat acara pernikahan anaknya di Petamburan.
“Pertemuan di Bandara Soekarno-Hatta kan dikordinasikan, digerakan, dan mereka ada dalam perkumpulan yang sama yakni FPI. Itu tidak dimintai pertanggungjawaban ke Rizieq karena dia tidak mengundang. Nah, di Petamburan jadi masalah hukum kaena Rizieq dan FPI undang jemaah,” kata Petrus.
Pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe menilai polemik kerumunan di Maumere lebih bersifat politis untuk menjatuhkan Presiden Jokowi.
Pasalnya, kata Ramses, pihak yang terus mengkritik kerumunan tersebut dikenal sebagai oposan Jokowi.
Halaman : 1 2 Selanjutnya