Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat tahun menjadi lima tahun dinilai sebagai sebuah keputusan yang keliru.
“Putusan kacau, baik dari segi konsistensi mereka [MK] dalam memutuskan. Dari segi substansi maupun dalam kondisi mementum politik,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur saat dihubungi, Jumat (26/5).
Ia menjelaskan dari segi konsistensi keputusan itu tampak berbeda dari berbagai keputusan MK lainnya ihwal soal batasan usia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Periode ini adalah open legal policy. Biasanya, MK selalu menghindar untuk memberikan keputusan dalam perkara-perkara lainnya,” ucap Isnur.
Isnur lantas mempertanyakan alasan MK mau mengubah sikap dan pendiriannya dengan mengabulkan masa jabatan pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun.
“Jelas ini ada masalah,” tukas Isnur.
Laku dari segi substansi, Isnur menilai argumentasi yang dibangun MK sangat buruk bila membandingkan dengan periode komisi-komisi yang lain.
“Jelas ini tidak memerhatikan aspek segala pertimbangan. Kemudian segala alasan kenapa dikuatkan empat tahun oleh pemerintah dan pemerintah,” kata dia.
Sementara, dari segi memontum politik menjelang tahun 2024, putusan MK itu bisa diasumsikan adalah movement di mana ada potensi yang sangat kuat Firli Bahuri dan kawan-kawan menjabat dengan tambahan satu tahun.
“Itu sangat berbahaya kalau kondisi ini jadi momentum KPK dan hubungannya dengan politik. Ini menambah ketidakpercayaan kita sama MK yang sebelumnya ada banyak pelanggaran etik,” tutur Isnur.
Isnur menduga MK sangat dipengaruhi kekuasaan, apalagi sang ketua, Anwar Usman memiliki hubungan dengan Presiden Jokowi.
“Ini memperlihatkan situasi MK yang sudah tidak lagi menjadi alat yang lurus untuk hukum dan keadilan, tetapi menjadi seperti alat kekuasan apalagi menjelang tahun politik seperti ini. Tentu berbahaya bagi tegaknya negara hukum di Indonesia,” kata Isnur.
Isnur mengatakan pemberlakuan putusan MK itu harus diterapkan untuk periode berikutnya, bukan periode Filri Bahuri dan kawan-kawan yang sekarang.
“Tentu yang sekarang ini masih menggunakan UU yang lama, empat tahun karena SK-nya empat tahun. Untuk seleksi berikutnya, bisa berlaku lima tahun, karena putusan MK tidak berlaku surut, dia berlaku ke depan,” pungkas Isnur.
Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah menilai putusan MK itu, syarat akan relasi kekuasaan. Ia mengatakan jika membaca putusan lima hakim MK itu, ada ruang tawar-menawar.
“Saya beri satu tahuh perpanjangan masa jabatan gratis, tapi tentu harus ada imbal balik. Itu politik transaksionalnya,” kata Herdiansyah saat dihubungi.
Dalam konteks lain, ia melihat putusan itu diduga dalam rangka mengamankan kepentingan pemilihan presiden pada 2024 mendatang.
Herdiansyah menilai citra KPK di bawah kepemimpiman Firli Bahuri, buruk. Sebab, kerap kali dikritik oleh publik karena penuh dengan kontroversi.
Halaman : 1 2 Selanjutnya