‘’Ini menunjukkan bahwa kasus eksploitasi seksual terhadap anak mulai meningkat menimpa remaja dan pelajar. Ini harus diwaspadai dan dipahami oleh orangtua, guru, masyarakat dan anak itu sendiri’’ ujar Erry dalam keterangan tertulis yang dikutip dari batamnews.co.id.
Menurut Erry ada beberapa faktor anak bisa menjadi korban eksploitasi secara seksual. Faktor dari internal anak sendiri yang rentan.
Kerentanan anak disebabkan oleh pemahaman anak yang kurang, kurang perhatian dan kasih sayang orangtua, pengaruh kelompok teman sebaya yang juga menjadi korban duluan, faktor ekonomi anak dan meniru gaya hidup hedonis serta lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Akibatnya anak gampang ditipu, dibujuk rayu, diiming-imingi mendapatkan sesuatu oleh pelaku,” kata Erry.
Faktor ini bisa diperparah kalau keluarganya juga termasuk rentan. Misalnya kurangnya pengawasan orangtua pada anak, bermasalah dalam pola asuh, faktor ekonomi dan lainnya.
Faktor ketiga adalah dampak negatif dari meningkatnya akses remaja kepada media sosial dan teknologi informasi belakangan ini.
Teknologi menjadi sarana bagi pelaku kejahatan pada anak salah satunya eksploitasi seksual, pencabulan, trafiking dan lainnya.
Kehadiran teknologi memang mempermudah semua orang dan berguna bagi pelajar salah satunya sarana belajar daring atau online.
Namun di lain sisi, penggunaan handpohone dan media sosial tanpa pengawasan pada anak remaja bisa disalahgunakan untuk hal-hal negatif dan membahayakan keselamatan anak.
“Di dunia perlindungan anak, ternyata kehadiran teknologi 4.0 telah mendekatkan pelaku kejahatan dengan korban anak. Saat ini banyak muncul kejahatan pada anak berbasis teknologi atau dipermudah dengan adanya handphone, media sosial dan lainnya,” pungkas Erry.
Halaman : 1 2