Mayoritas fraksi partai politik di Komisi III DPR menerima dan menyetujui Rancangan Undangan-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan untuk diteruskan pada tingkat selanjutnya untuk disahkan menjadi undang-undang.
Catatan penting disampaikan sembilan fraksi mengenai RUU Kejaksaan ini, di antaranya soal wewenang penyadapan jaksa, penyelesaian pelanggaran HAM berat dan status jaksa sebagai ASN yang bersifat khusus.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Suding, mengatakan, wewenang penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan di bidang tindak pidana yang diatur dalam Pasal 30 D huruf g RUU Kejaksaan harus diatur dan dilakukan secara ketat agar tidak menimbulkan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang merugikan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Fraksi PAN, kata Suding, menilai kegiatan penyadapan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, yakni “Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
“Penyadapan pada dasarnya adalah pembatasan atas hak konstitusional warga negara. Untuk itu Fraksi PAN berpendapat pelaksanaannya harus diatur dan dilakukan secara ketat,” kata Suding dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Jaksa Agung Burhanuddin ST di DPR, Senayan, Senin (6/12).
Anggota Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan fraksinya mendukung dan menyetujui penuh revisi UU Kejaksaan. Poin penting yang menjadi catatan FPPP mendukung revisi ialah adanya perkembangan hukum serta kesadaran hukum di masyarakat, serta juga kebutuhan-kebutuhan ke depan.
Selain itu, lanjut Arsul, salah kebutuhan fundamental dalam sistim peradilan di Tanah Air adalah pergeseran paradigma peradilan. Dari semula yang mengedepankan keadilan retiributif menjadi keadilan restoratif/memulihkan.
Halaman : 1 2 Selanjutnya