“Artinya, kalau ada yang ada coba-coba merintangi usaha dalam memimpin maka saya akan lawan dengan parang atau keris saya. Atau pemimpin itu diasosiasikan sebagai penuntun jalan paling depan. Makanya kata-kata pemberi semangatnya demikian, “mai ga, o laku kope ata sako karot agu weang halang/salang: mari jalan bersama saya, ini parang yang saya pakai untuk menebang duri di jalanan,” jelas Edi Hardum.

Edi mengatakan bahwa apa yang dilakukan Deno Kamelus ketika kampanye di Ruteng beberapa hari lalu merupakan sebuah penghayatan budaya.

“Artinya ia siap menjadi pemimpin, siap menjadi bupati. Semua rintangan dan tantangan ke depan ia akan lewati atau hadapi,” kata dia.

Edi menambahkan, penggunaan simbol adat dalam kampanye sebenarnya bisa dilakukan oleh semua calon kepala daerah di wilayah Manggarai. “Saya pikir, Hery Nabit atau calon-calon bupati di Mabar juga juga tidak salah kalau pakai parang atau keris di pinggang ketika kampanye, karena itulah adalah budaya Manggarai, menjunjung tinggi adat istiadat Manggarai,” pungkasnya.

Sebelumnya, deklarasi bakal calon bupati dan wakil bupati Manggarai, Deno Kamelus dan Victor Madur (Deno-Madur) berlangsung meriah pada Minggu (6/9). Hampir seluruh penjuru Kota Ruteng dipenuhi massa simpatisan dan pendukung.

Sebelum deklarasi berlangsung, pagi tadi Deno-Madur menggelar ritus “Selek Kope” di Compang Dalo, Kecamatan Ruteng. Acara kemudian bergeser ke di rumah adat Mena, Kelurahan Wali, Kecamatan Langke Rembong, tempat Deno-Madur menggelar deklarasi.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
WA Channel Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.