Akademisi dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tuba Helan menilai hukuman lompat jingkrak yang diberikan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat kepada bawahannya telah mencederai etika berbirokrasi yang benar.
“Sangat tidak etis ketika gubernur memberikan hukuman kepada bawahan dengan lompat-lompat di depan publik, itu tidak sesuai dengan cara birokrasi yang baik dan benar,” ujar Johannes Tuba, di Kupang, Kamis (9/1).
Johanes menanggapi sikap Gubernur NTT yang memberikan hukuman lompat jingkrak kepada bawahan baik di kalangan pemerintahan maupun di perbankan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sedikitnya, hukuman lompat jingkrak sudah dua kali diterapkan di antaranya kepada Kepala Biro Pemerintahan Setda NTT bersama sejumlah staf karena masalah gangguan pengeras suara dalam acara rapat kerja tahunan yang dihadiri ribuan orang dari unsur kepada desa, camat, dan kepala daerah kabupaten/kota se-NTT pada Oktober 2019 lalu.
Hukuman serupa kembali diberikan kepada dua kepala divisi Bank NTT akibat kesalahan penempatan tanda tangan pada sebuah dokumen dalam acara pelantikan Direktur Umum Bank NTT pada Selasa, 7 Januari 2020 di hadapan pimpinan unsur forkopimda, para bupati, dan undangan.
Menurut Tuba Helan, dari sisi aturan dan sopan santun, hukuman fisik seperti ini sangat tidak etis diberikan seorang gubernur kepada bawahan lalu dipertontonkan di hadapan publik.
“Jauh lebih etis kalau gubernur memanggil mereka yang bersalah kemudian memberikan sanksi di tempat tertutup dan dengan tegas mengingatkan agar jangan mengulangi kesalahan lagi,” katanya pula.
Halaman : 1 2 Selanjutnya