Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo memberi jawaban soal isu penghapusan tenaga honorer Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pertama, ia mengatakan, pemerintah pusat tidak mengurusi perekrutan tenaga honorer di daerah selain ASN.
“(Pemerintah) Pusat bukan mengurusi tenaga honorer daerah. Kewenangan (tenaga honorer non-ASN) pada Kepala Daerah sesuai kemampuan keuangan daerah,” kata dia,saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (26/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mantan menteri dalam negeri pada Kabinet Kerja yang lalu itu mengerti kebutuhan pemerintah daerah setempat berbeda-beda terkait tenaga (honorer) di luar ASN. Ia memberi contoh untuk urusan kebersihan kota atau tenaga untuk keperluan daerah.
Pemerintah pusat memberi batas waktu hingga 5 tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diundangkan.
Berdasarkan Pasal 96 PP 49/2018, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.
“PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujar Tjahjo dalam keterangannya.
Maka, status kepegawaian pada instansi pemerintah hanya dua, yaitu Pegawai Negeri Sipil dan PPPK. Kendati, ada masa transisi yang diberikan bagi pegawai non-ASN yang berada di kantor pemerintah diberikan selama 5 tahun.
Kedua, dia mengungkap soal restrukturisasi komposisi tenaga honorer ASN bukan karena pemerintah ingin menghapuskan tenaga honorer yang ada saat ini.
Justru, pemerintah ingin mengatur proporsi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia yang bisa dikatakan masih belum berimbang karena masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat administratif sebanyak 1,6 juta dari total jumlah ASN yang mencapai 4.286.918 orang.
Halaman : 1 2 Selanjutnya