Si ibu sekarang fokus dengan virus yang dia rasakan langsung, yaitu soal harga-harga bahan pokok naik dan rakyat jadi susah.

Kekuasaan memang sampai saat ini tidak menjangkau suara protes ibu yang hidup di gang sempit atau kaum petani di pelosok negeri yang urung untuk menanam karena tidak dapat jatah pupuk subsidi.

Ini akibat para pengambil kebijakan fokus ke hal-hal yang tidak prioritas seperti gencarnya keinginan untuk bangun Ibu Kota Negara (IKN)  baru di Kalimantan “sono” (logat Betawi).

Lantas, mengapa soal yang bukan prioritas seperti IKN ini jadi lebih menarik? Atas pertanyaan ini, publik menduga ini adalah proyek infrastruktur besar dan tentu nilai keuntungannya juga besar yang diduga untuk kroni-kroni pejabat.

Seperti proyek infrastruktur selama ini banyak mengalami masalah karena didasari atas keinginan, bukan kebutuhan, sehingga proyek tersebut mengabaikan studi kelayakan, tapi tetap dipaksakan jalan.

Akhirnya lupa, persoalan nyata yang menghambat perubahan bangsa ini adalah soal  korupsi kolusi nepotisme (KKN), feodalisme dan primordialisme. Inilah tiga “batu” yang menjadi beban kita tidak bisa terbang tinggi.

Baca Juga:  Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak 2 Kali Lipat, Ternyata Ini Penyebabnya

Tadinya, kita berharap kepada pejabat-pejabat yang selalu senyum manis kala tampil di depan publik untuk menyelesaikan ketiga “batu” di atas. Ternyata itu hanya cover agar terkesan egaliter.

Wajah depan  yang manis dari pejabat tadi memiliki slogan, “Rakyatku adalah Ndoroku”(Rakyatku adalah Majikanku).

Slogan ini membuat publik terpukau. Saat publik terpukau, pejabat menampakakan wajah belakang-bengis melahirkan kebijakan; sumber daya alam (SDA) di keruk, lahan pertanian yang menjadi aset rakyat miskin desa di gusur,itu semua atasnama pembangunan.

Saat rakyat menjerit di dera oleh beban hidup karena pandemi virus Covid-19, saat yang sama  pundi-pundi pendapatan pejabat naik 70,3%. Sebagaimana rilis KPK tahun 2021, begitu juga pendapatan  pengusaha naik.

Ketimpangan pendapatan makin menjadi, kohesi sosial melemah. Utang negara makin bertambah. Rakyat Sadar keadaan ini hanya menambah beban mereka, dihantui kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan BBM, gas dan kenaikan iuran BPJS.

Baca Juga:  Jalur Zonasi PPDB 2024: Antara Jarak Rumah dan Usia, Mana Didahulukan?

Lengkap sudah penderitaan rakyat hari ini. Bukan hanya soal harga sembako naik, tetapi juga ada hal-hal lain tak kalah pentingnya jadi fokus yaitu soal distribusi keadilan, konflik agraria di berbagai daerah (rakyat miskin desa dirampas asetnya), pupuk subsidi yang langka dan harga pupuk yang tinggi, sehingga petani melewatkan musim tanam enggan menanam.

Persoalan-persoalan ini mesti segera diselesaikan, apalagi menyangkut kubutuhan rakyat langsung. Bila tidak ditangani segera  minyak goreng bisa berubah, menyala membakar amarah ibu-ibu, memupuk amarah petani yang melewatkan musim tanam, dan membangunkan petani yang terantuk batu andesit di Wadas, juga rakyat di pelosok yang berjuang mempertahankan tanah dan air.

Bila wajah pejabat tetap berpaling dari “virus Politron”, minyak goreng dan pupuk, maka pada waktunya ini semua akan menyatu menjadi “pupuk”, dan bisa menjadi “aara api” hingga bencana “kebakaran” tidak bisa terhindarkan.

 

Oleh: Yosef Sampurna Nggarang, aumnus Fisip Universiats Bung Karno, Sekjend Pergerakan Kedaulatan Rakyat.