Polemik terkait sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai, FLores, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dinonjobkan oleh Bupati Manggarai Heribertus Nabit (Heri Nabit) masih terus bergulir.
Pasalnya, hingga saat ini, publik belum mendapatkan penjelasan resmi dari adanya kebijakan pe-nonjob-an sejumlah pejabat yang berstatus PNS tersebut.
Sebagaimana diketahui, pejabat yang dinonjobkan oleh Bupati Heri Nabit tersebut sebanyak 26 orang, terdiri dari 12 pejabat Eselon III A dan 14 Eselon III B.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rinciannya, sejumlah pejabat yang dimaksudkan itu terdiri dari 3 orang kepala bagian, 4 orang camat, yakni camat Reok Barat, camat Reok, Camat Rahong Utara dan camat Langke Rembong, dan sisanya terdiri dari sekretaris, KTU dan kepala bidang.
Keputusan nonjob itu sendiri tertuang dalam Surat Keputusan (SK) yang dibacakan Bupati Heri Nabit saat pelantikan 139 pejabat administrator pada Rabu 2 Februari lalu di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.
Namun, dalam SK yang diterima oleh sejumlah pejabat yang dinonjobkan tersebut, tidak ada poin yang menjelaskan atau menyebutkan alasan pemberhentian mereka dari jabatan administrator dan diangkat dalam jabatan pelaksana.
Bertentangan dengan Regulasi
Kebijakan yang diambil oleh Bupati Manggarai Heri Nabit mendapat sorotan dari publik di Manggarai. Selain karena sejauh ini publik belum mendapatkan alasan rasional di balik adanya kebijakan itu, hal yang lebih penting ialah bahwa keputusan itu sangat bertentangan dengan aturan atau regulasi yang ada.
Salah seorang ASN yang dinonjobkan Heri Nabit mengatakan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 tahun 2010, seseorang dapat diberhentikan dari jabatan struktural jika melakukan pelanggaran disiplin berat. Faktanya, kata dia, semua pegawai yang dinonjobkan Bupati Heri tidak pernah tersangkut masalah disiplin.
Menurutnya, tidak bisa dipungkiri, SK itu sarat muatan politik dampak Pilkada Manggarai 2020 lalu. “Murni (motif politik),” ujar ASN yang enggan namanya disebutkan.
Jika dilihat pada aturan hukum kepegawaian, istilah nonjob itu sendiri memang tidak ditemukan. Namun, dengan merujuk pada Ketentuan Hukum Disiplin Pegawai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) PP No. 53 Tahun 2010, jika istilah nonjob tersebut disamakan dengan istilah Pembebasan dari Jabatan, maka PNS yang dinonjobkan itu pada dasarnya ialah orang yang telah melakukan pelanggaran dengan kategori hukuman disiplin berat.
Pelanggaran-pelanggaran yang dapat masuk dalam kategori hukuman disiplin berat ini ialah seperti seorang PNS terbukti tidak setia dan taat kepada dasar negara, yakni Pancasila dan juga tidak taat dan setia pada UUD 1945.
Kemudian, hal lain ialah bahwa PNS tersebut juga terbukti membocorkan rahasia jabatan, terbukti tidak memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat, terbukti tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas selama 41 sampai 45 hari kerja, terbukti tidak mencapai sasaran kerja kurang dari 25% sampai akhir tahun, dan lain sebagainya.
Apabila seorang PNS terbukti melakukan pelanggaran dengan kategori hukum disiplin berat sebagaimana telah disebutkan di atas, hal itu harus diproses dengan melewati berbagai tahapan pemeriksaan tertentu.
Tahapan-tahapan pemeriksaan itu ialah mulai dari pemanggilan secara tertulis oleh atasan langsung atau oleh tim pemeriksa, kemudian dilakukan pemeriksaaan secara tertutup yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Pengumpulan Bukti dan Keterangan Saksi.
Jika dalam proses pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran dan kesalahan, seorang PNS yang bersangkutan baru dapat dijatuhkan sanksi kedisplinan tertentu.
Sanksi yang dapat diberikan juga dilakukan secara berjenjang mulai dari hukuman ringan, sedang dan berat. Salah satu sanksi dalam hukuman berat ialah pembebasan dari jabatan yang dapat disamakan dengan istilah nonjob sebagaimana dilakukan oleh Bupati Heri Nabit tersebut.
Halaman : 1 2 Selanjutnya