“Tujuan positif itu harus diikuti dengan proses administrasi hukum yang benar sebelum ketentuan tarif baru diterapkan ke publik,” ucap Heribertus P N Baben kepada wartawan, Sabtu, 16 Juli 2022.
Herry Baben, sapaan akrab Heribertus P N Baben mengatakan, berbagai jenis pungutan retribusi yang terkait TNK sebelumnya diatur dalam Peratura Pemerintah (PP) Nomor12 Tahun 2014. Pungutan dimaksud disetorkan kepada Pemerintah Pusat sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui Balai Taman Nasional Komodo.
Pemprov NTT kemudian mengajukan permohonan untuk mengelola dana retribusi dengan maksud meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam usulan Pemprov, pengelolaan tersebut akan dijalankan oleh PT Flobamor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dari aspek legal-administratif, apakah sudah ada landasan hukum penerapan tarif baru sebesar Rp 3.750.000 per orang? Apakah sudah ada peraturan pengganti PP No.12 Tahun 2014 yang menjadi acuan penerapan tarif yang berlaku saat ini?” ujar dia.
Sehubungan dengan PAD, muncul pertanyaan seputar usulan tarif baru yang diajukan Pemprov NTT. Menurut pengusaha di sektor logistik ini, jika targetnya adalah peningkatan PAD, maka target tersebut seharusnya tercermin dalam paket usulan dari Pemprov NTT.
Kenyataannya, kata dia, dalam paket yang dinamakan Experimentalist Valuing Environment (EVE), porsi yang diterima Pemprov NTT dan Pemkab Manggarai Barat terbilang sangat kecil, masing-masing kurang dari satu persen. Dalam usulan Paket EVE yang memiliki nilai per paket sebesar Rp15 juta, porsi Pemprov NTT dan Pemkab Mabar masing-masing sebesar Rp100.000.
“Anehnya, porsi yang jauh lebih besar, yaitu Rp 5.435.000 atau sekitar 36 persen menjadi jatah PT Flobamor. Itu belum termasuk pengelolaan dana konservasi sebesar Rp 7.100.000 yang dikelola oleh PT Flobamor. Mengapa struktur penerimaan per paketnya tidak berorientasi pada tujuan awal, yaitu peningkatan PAD. Sementara jatah PT Flobamor sangat besar. Ada apa ini?” ungkap Herry Baben.
Menurut dia, Pemprov NTT perlu menjelaskan eksistensi PT Flobamor kepada publik dan alasan mengapa perusahaan daerah itu mendapatkan kepercayaan mengelola dana yang diproyeksikan akan mencapai ratusan miliar rupiah.
Dia mengatakan, akuntabilitas perusahaan dan kompetensi manajerial PT Flobamor untuk menjalankan tugas tersebut masih perlu dipertanyakan. Hal ini penting dikedepankan mengingat terdapat dua isu negatif yang berkaitan dengan perusahaan tersebut, yaitu soal pertanggungjawaban anggaran dan penganiayaan wartawan.
“Kedua isu tersebut menyeruatkan problem akuntabilitas dan transparansi dalam perusahaan,” ujar pria kelahiran Ruteng ini.
Dia menggarisbawahi, melalui PP 10/2021, pemerintah daerah telah diingatkan untuk mengelola kebijakan pajak dan retribusi dengan memperhatikan prinsip pengelolaan keuangan yang kredibel, transparan, akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan benturan konflik kepentingan agar kebijakan dapat dilaksanakan secara efektif untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Halaman : 1 2