Sementara itu, terkait praktik kolusinya, demikian Edi Hardum, ialah bahwa mereka mengadakan pertemuan dan mengatakan janji-janji akan membagi dan mendapatkan proyek APBD Manggarai.
“Jadi di sini, unsur barang siapanya sudah kena dan unsur melakukan kolusinya juga sudah kena. Itu makanya saya minta bahwa polisi harus usut. Tapi harus mencari asas dengan pembuktian materil,” tutur Edi Hardum.
Selain ada praktik kolusi, demikian Edi Hardum, kalau ditarik lebih jauh, dalam kasus dugaan suap proyek APBD Manggarai ini, juga akan ditemukan adanya praktik nepotisme, yaitu perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Nah di sana ada unsur nepotismenya kalau ditarik lebih jauh nanti. Nah pasal 5 ayat 4 [UU No.8 Tahun 199], setiap warga negara berkewajiban tidak melakukan perbuatan KKN. Hanya di sini, diperdebatkan bahwa mereka [orang-orang yang disebut dalam kasus suap proyek APBD Manggarai] ini masuk dalam penyelenggara negara atau tidak. Itu si THL [Rio Senta] itu, THL itu bisa dipakai, karena dia bekerja di Kantor Bupati. Ini bisa ditarik dia,” terang Edi Hardum.
Edi Hardum menjelaskan, orang-orang yang terlibat dalam praktik kolusi ini bisa dipidanakan dengan UU tersebut, yakni lewat pasal 21. Dalam pasal 21 ini dituliskan bahwa `Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan kolusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik
Lebih lanjut, Edi Hardum menjelaskan, jika dalam faktanya bahwa polisi tidak menemukan adanya tindak pidana kolusi dalam isu dugaan suap proyek APBD Manggarai ini, kasus ini pun tetap mengandung tindakan pidana yang lain, yaitu dugaan pencemaran nama baik.
“Di sini yang dirugikan adalah istri bupati [Hery Nabit] sendiri [Meldi Hagur] . Itulah dari awal saya katakan kepada bupati, suruh istrinya itu, penjarakan si Rio [Senta] itu yang menyebut-nyebut nama dia kalau dia memang merasa tidak ada dalam persekongkolan itu,” tegas Edi Hardum.
“Jadi tindak pidananya ada dua di sini. Satu tadi kolusi bisa menyeret istri bupati. Tetapi kalau ini tidak bisa ditemukan, yang paling telak itu adalah tindak pidana pencemaran nama baik. Istri bupati sudah dicemarkan namanya dengan diberi gelar `ratu kemiri`. Jadi sebenarnya istri bupati yang melapor di sini. Ini delik aduan sebenarnya. Istri bupati sebenarnya kalau dipanggil begini, dia segera lapor balik. Lapor si Rio sama kontraktor itu, si Anus. Ini delik aduan. Itu telak, pasalnya tidak bisa elak itu, pasal pencemaran nama baik, itu merugikan,” lanjut dia.
Karena itu, Edi Hardum sendiri mempertanyakan sikap dari Meldi Hagur yang selama ini diam dan tidak melaporkan Anus dan Rio Senta jika pernyataan kedua orang itu memang salah dan fitnah.
“Saya tunggu-tunggu selama ini, mana ini istri bupati [Meldi Hagur] lapor. Jangan-jangan benar, ini persekongkolan. Kalau ini benar ya dia [Meldi Hagur] harus dijerat dengan UU penyelenggaraan negara tadi,” tegas Edi Hardum.*
Halaman : 1 2