Dalam beberapa bulan terakahir perwakilan para buruh migran asal NTT yang bekerja di perusahaan kelapa sawit di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat datang ke Jakarta. Mereka mencari perlindungan hukum dan keadilan karena hak-hak atas upah dilanggar majikan.
Hak-hak mereka ini dijamin oleh UU Ketenagakerjaan, oleh Perjanjian Kerja dan oleh Peraturan Perusahaan yang sudah mengatur sifat, jenis dan hak-hak atas upah dan tunjangan serta stàtus kerja buruh.
Pengalaman buruk dan sangat traumatis dialami oleh sekitar 1000 lebih Buruh asal NTT di PT. Wahana Tritunggal Cemerlang di Kutai Timur, Kalimantan Timur yang sudah 2 bulan mengungsi di kantor Camat Karangan, Kutai Timur, Kaltim. Juga tidak kurang dari 780 buruh PT Yudha Wahana Abadi asal NTT di Kabupaten Bereau, Kaltim saat ini melakukan mogok kerja masal menuntut hak-haknya karena tidak dibayar bahkan diusir keluar dari Fabrik dengan memperalat aparat Polri dan Warga Desa setempat.
NTT Sebagai Provinsi Perbudakan
Ribuan buruh asal NTT di perusahaan Kelapa Sawit di Kabupaten Katingan, Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, serta beberapa tempat lainnya, juga mengalami nasib yang sama. Modus yang sama digunakan majikan meski dari perusahaan berbeda, yaitu di PHK masal tanpa pesangon, upah rendah di bawah standar kelayakan dan hak-hak atas tunjangan yang normatif tidak dibayar.
Dan ujung-ujungnya, polisi dan warga lokal diperalat untuk mengusir buruh keluar dari pabirk dan Barak reot dimana mereka tinggal.
Institut of Ecosoc Rights, sebuah lembaga survei mengatakan, NTT merupakan provinsi perbudakan, karena daerah ini yang paling banyak mencetak perbudakan. Buruh NTT terbanyak diperbudak di perusahaan kelapa sawit di Kaltim, Kalteng, Kalbar hingga Papua. Hanya karena buruhnya mau bekerja dengan kondisi upah yang sangat tidak layak, tidak berdaya dalam menuntut hak-hak dan perlakukan yang tidak layak, bahkan hidup lebih miskin dari Saudara-Saudaranya warga NTT di Kampungnya.
Padahal majikan yang berperilaku sadis, menghisap darah buruh dan tidak berperikemanusiaan dimaksud, adalah orang-orang hebat di Jakarta. Perusahaannya berkantor di gedung pencakar langit di Jalan Sudirman, Thamrin, Rasuna Said, dan lain-lain.
Mereka bahkan menutup mata terhadap praktek-praktek perbudakan oleh managemen perusahaannya dengan upah yang sangat rendah, tanpa tunjangan kesehetan, pendidikan dan pemukiman yang layak, tanpa uang lembur bahkan saat di PHK-pun haknya atas pesangon dan tunjangan tidak dibayar. Inilah praktek perbudakan yang menimpa para buruh migran asal NTT.
Halaman : 1 2 Selanjutnya