Sebanyak 66 organisasi yang bergabung dalam Koalisi Rakyat Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur mendesak Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat membatalkan izin tambang dan pabrik semen di Kampung Lengko Lolok dan Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur
Anggota koalisis ini terdiri dari berbagai elemen, baik masyarakat dari Luwuk dan Lengko Lolok, lembaga-lembaga agama, aktivis maupun mahasiswa yang tersebar di seluruh wilayah NTT dan di sejumlah kota lain.
Desakan mereka disampaikan dalam surat yang diserakan ke Gubernur Laiskodat pada Kamis pagi, 18 Juni 2020. Tembusan surat itu juga disampaikan kepada DPD-RI NTT, DPRD Provinsi NTT, Bupati Manggarai Timur Andreas Agas, DPRD Kabupaten Manggarai Timur dan Ombudsman Provinsi NTT
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam surat itu, mereka meminta agar Laiskodat menolak penerbitan IUP Operasi Produksi untuk PT Istindo Mitra Manggarai dan izin pabrik semen untuk PT Semen Singa Merah NTT serta mencabut IUP Eksplorasi No. 540.10/119/DPMPTSP/2019 milik PT Istindo Mitra Manggarai yang diterbikan pada 25 September 2019 di lahan seluas 599 ha.
“Kami berpendapat bahwa langkah memberi ruang bagi investasi pertambangan dan pendirian pabrik semen ini, alih-alih membawa kesejahteraan, yang terjadi adalah ancaman kehancuran lingkungan dan masa depan masyarakat di Kampung Lengko Lolok dan Luwuk, maupun wilayah-wilayah di sekitarnya,” demikian menurut Koalisi.
Mereka juga meminta agar Gubernur konsisten dengan pernyataan pada 9 Juni lalu saat sidang di DPRD Provinsi, di mana ia mengklaim belum melanjutkan proses izin karena adanya penolakan berbagai elemen.
Pernyataan itu, kata meeka, harus ditindaklanjuti dengan langkah menghentikan seluruh rangkaian proses pemberian izin dan upaya lain oleh dua perusahaan itu, baik yang saat ini sedang dilakukan di tingkat Pemerintah Provinsi NTT, di tingkat Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur maupun di Kampung Lengko Lolok dan Luwuk.
“Sebab, kami menilai bahwa komitmen Gubernur untuk mendengarkan berbagai aspirasi yang menolak investasi itu tidak sinkron dengan langkah yang diambil Bupati Agas yang aktif dan bertendensi menekan masyarakat yang menolak tambang dan pabrik itu agar mereka mengubah sikap,” kata Koalisi.
“Sementara itu, pihak perusahaan terus melakukan berbagai cara untuk memuluskan misi mereka, termasuk kembali membagi-bagi uang kepada masyarakat pada 9 Juni 2020, persis pada hari saat gubernur menyampaikan pernyataan dalam sidang itu.”
Beragam alasan
Isfridus Sota, mewakili warga Lengko Lolok Luwuk yang menolak kehadiran tambang dan pabrik itu mengatakan, wilayah yang akan menjadi tempat operasi perusahaan mencakup perkampungan warga dan lahan-lahan pertanian yang telah bertahun-tahun menghidupi mereka, sehingga relokasi kampung dan alihfungsi lahan pertanian menjadi tidak terhindarkan.
Ia menjelaskan, relokasi kampung tidak sekedar soal pindahnya rumah-rumah warga, tetapi juga tercerabutnya komunitas warga dari kampung mereka yang tentu punya nilai budaya dan historis.
“Relokasi itu juga berpotensi melahirkan masalah sosial baru, terkait adanya resistensi dari warga-warga di kampung sekitar lokasi baru, yang kini mulai mencuat. Sementara itu, lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lokasi tambang dan pabrik semen membuat para petani dan anak cucu kami kehilangan ruang produksi dan sumber kehidupan,” katanya.
Sementara itu, Pastor Alsis Goa Wonga OFM, Direktur JPIC-OFM Indonesia mengatakan, wilayah di sekitar dua kampung itu merupakan bekas tempat beroperasinya perusahaan tambang mangan selama puluhan tahun, yang faktanya tidak membawa perubahan signifikan bagi situasi kehidupan masyarakat.
“Salah satu perusahaan yang pernah beroperasi itu adalah PT Istindo Mitra Perdana, yang masih terkait dengan PT Istindo Mitra Manggarai. Aktivitas tambang di sejumlah wilayah itu telah merampas tanah-tanah warga, menyebabkan beberapa orang ditangkap dan dipenjara serta memicu konflik sosial yang berkepanjangan akibat politik adu domba,” katanya.
Setelah perusahaan berhenti beroperasi, kata dia, yang tersisa hanya lingkungan yang rusak, di mana lubang-lubang bekas tambang masih menganga, tanpa ada proses pemulihan.
Melky Nahar, Manager Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menambahkan, tencana penambangan dan pabrik semen ini yang terintegrasi dengan pembangunan PLTU Batubara serta terminal pengepakan dan pelabuhan membawa potensi kerusakan yang dahsyat dan berkepanjangan, mengingat lokasi tambang dan pabrik ini dekat dengan pemukiman warga.
Halaman : 1 2 Selanjutnya