Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti pelantikan sembilan penjabat (Pj) Kepala Daerah oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, pada Selasa (5/9). Penunjukan kepala daerah yang notabene merupakan posisi strategis, jauh dari mekanisme yang akuntabel dan transparan.
“Hal ini semakin menjauhkan tata kelola pemerintahan dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), sebab langkah yang diambil jelas mengangkangi asas keterbukaan, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas,” kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam keterangannya, Sabtu (8/9).
Kendati tidak dilakukan lewat mekanisme Pemilihan Umum (Pemilu) karena sifatnya sementara, Kemendagri seharusnya paham bahwa upaya untuk memilih kepala daerah harus dilakukan secara demokratis sesuai perintah konstitusi. Ia menegaskan, demokratis yang dimaksud juga seharusnya dapat dimaknai dengan upaya pelibatan publik secara maksimal yakni bermakna dan bermanfaat. (meaningful and worthwhile).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal tersebut dimaksudkan agar menyesuaikan keperluan daerah dengan keahlian Penjabat tersebut. Ditambah, proses penunjukan ini akan menyangkut kepentingan masyarakat luas sehingga menuntut adanya merit system yang menghendaki posisi harus diisi oleh kompetensi, kualifikasi dan kinerja.
“Penjabat Daerah selanjutnya baik dalam jabatan Gubernur, Wali Kota ataupun Bupati akan diberikan otoritas mengambil kebijakan dalam rangka melanjutkan estafet kepala daerah sebelumnya yang masa jabatannya telah selesai,” ucap Dimas.
Ia pun menyebut, Kemendagri tak patuh dengan putusan MK Nomor 67/PUU-XX/2022 yang mengamanatkan dibentuknya peraturan teknis sebagai turunan dari Pasal 201 UU no. 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Jika ditelusuri, MK bahkan mengamanatkan agar pengisian posisi Penjabat Kepala Daerah harus dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan publik luas.
“Putusan MK tersebut pun dipertegas dengan rekomendasi Ombudsman yang menyatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia telah terbukti melakukan maladministrasi dalam prosedur pengangkatan Penjabat Kepala Daerah dan mengabaikan kewajiban hukum,” cetus Dimas.
Halaman : 1 2 Selanjutnya