Sebagai organisasi pendukung terorisme di Papua, OPM tidak mempunyai legitimasi lagi memakai isu Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menekan pemerintah Indonesia dan menuntut Komisioner HAM PBB untuk melakukan investigasi tuduhan dugaan pelanggaran HAM yang selama ini mereka tuduhkan kepada pemerintah Indonesia.
Selain itu pascapenetapan OMP sebagai organisasi teroris maka sejatinya Dewan Kota Oxford, Inggris yang sejak 1 Mei 2013 memfasilitasi pembukaan kantor perwakilan OPM pimpinan Beny Wenda di Eropa hendaklah menutup kantor perwakilan kelompok ini sehingga Inggris tidak menjadi negara yang memberikan dukungan (support) pada terorisme.
Selain itu, beberapa negara kepulauan Pasifik yang selama ini mendukung kemerdekaan Papua tidak akan bisa lagi menyuarakan dukungan kemerdekaan Papua pasca penetapan KKB dan OPM sebagai organisasi teroris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Papua bukanlah isu sederhana. Ini ladang pertarungan simbolik antara pemerintah versus agen-agen asing yang memiliki kepentingan besar di Papua.
Dalam menyelesaikan permasalahan kusut ini selain penamaan KKB-OPM sebagai organisasi teroris ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah secara bersamaan: upaya moderasi, soft approach (pendekatan soft) kepada masyarakat, merangkul tokoh adat, pelibatan tokoh agama (pastur dan pendeta), dialog bermartabat antara masyarakat Papua dan Jakarta, disamping tentu saja memutus aliran pendanaan luar negeri.
Konflik Papua tidak cukup diartikan sebagai konflik Papua versus Indonesia, melainkan Indonesia versus Agen Asing dan kebetulan hari ini menjadikan Papua sebagai ladang proksi. Jika Papua berhasil dimenangkan agen asing, maka pulau-pulau lain tinggal menunggu giliran.
Perkara apa yang akan jadi pemicunya, hal ini pekerjaan mudah. Oleh karenanya, khusus Papua, penyelesaian konflik memang harus lebih komprehensif dan strategis.*
Oleh: Mujahidin Nur, anggota Komisi INFOKOM. Direktur The Islah Centre, Jakarta.
Halaman : 1 2