Menyingkap Kabut Sutra Ungu Novel Baswedan

Senin 05-07-2021, 14:25 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mantan penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Istimewa

Mantan penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Istimewa

Jakarta – Isu pemecatan Novel Baswedan, Yudi Purnomo dan puluhan pegawai KPK menyeruak setelah Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyelenggarakan test ASN (Aparatur Sipil Negara) bagi ribuan anggota KPK. Salah satu tesnya adalah tes wawasan kebangsaan (TWK).

Kabarnya pula, Novel Baswedan dan puluhan anggota KPK lainnya dikabarkan tidak lolos tes. Kenapa tidak lolos tes? Apakah ada penyingkiran terhadap Novel dkk? Atau memang negara sudah melakukan “profilling” terhadap anggota-anggota KPK yang tidak lolos test utamanya dari pengamatan intelijen?

Dalam tes wawasan kebangsaan ada tiga aspek yang harus dipenuhi: pertama, aspek integritas, kedua aspek netralitas ASN dan ketiga anti radikalisme.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tes yang diadakan BKN ini melibatkan lima instansi pemerintah lainnya yaitu: Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Apakah Novel Baswedan dkk tidak lolos atas dasar penilaian ketiga aspek tersebut? Untuk menganalisa soal ini ada baiknya kita lihat jatuh bangunnya KPK di masa lalu dan keadaan seperti saat ini.

Baca Juga:  Anas Urbaningrum Tiba di Labuan Bajo untuk Pembekalan Calon DPRD PKN se-NTT

KPK dibentuk masa pemerintahan Megawati di tahun 2002. Lembaga ini berbentuk ad hoc yang artinya didirikan untuk satu tujuan dan dalam waktu tertentu saja. Saat itu lembaga kepolisian dan kejaksaan dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah korupsi bahkan di tubuh mereka sendiri.

Awalnya KPK bertugas sangat baik, cepat dan mampu membongkar kasus kasus besar korupsi lalu mendapatkan apresiasi masyarakat luas. Namun belakangan banyak sekali kepentingan-kepentingan politik yang mengintervensi keadaan di dalam KPK ditambah drama-drama yang ditambahkan dalam proses penangkapan.

Sehingga apa yang dilakukan KPK lebih pada “Drama Korea” ketimbang upaya menyeluruh membereskan kasus korupsi. Di masa Megawati KPK bekerja secara konsisten namun setelah SBY berkuasa barulah campur tangan politik bermain saling berkelindan di internal KPK.

Masuknya kekuasaan secara jelas dalam KPK sebenarnya sudah mulai dari kasus Cicak-Buaya tahun 2009 yang diikuti rekayasa kriminalisasi Antasari Azhar oleh rezim SBY. Adanya tuduhan dari pengacara OC Kaligis bahwa ada aliran dana masuk kepada komisioner KPK salah satunya Chandra Hamzah dalam kasus Masaro.

Baca Juga:  Pengumuman Kelulusan PPPK Guru 2023 Ditunda, BKN Sampaikan Alasannya

Testimoni dari Antasari Azhar juga menyebutkan bahwa adanya oknum KPK yang menerima aliran dana Masaro namun kasus ini di deponering oleh kejaksaan diduga deponering ini ada kesan bau tawar menawar antara rezim SBY dengan KPK untuk menjatuhkan Antasari.

Di sisi lain Antasari Azhar menyeret besan SBY yang bernama Aulia Pohan dalam kasus dana korupsi Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai 100 milyar rupiah. Antasari kemudian dijebak dalam pusaran kasus yang melibatkan caddy golf dan adanya penembakan kepada Nasrudin Zulkarnaen yang membawa Antasari ke penjara dan menjatuhkan Antasari dari jabatannya sebagai Ketua KPK.

Sebelum dijatuhkan Antasari sedang menangani kasus korupsi IT KPU Pemilu 2009, yang menurut Antasari salah satu putera SBY bernama Ibas terlibat dalam kasus ini dan bila ini terbongkar maka kejahatan dan kecurangan Pemilu 2009 akan muncul ke permukaan publik untuk itulah Antasari harus dihabisi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Tajukflores.com. Mari bergabung di Channel Telegram "Tajukflores.com", caranya klik link https://t.me/tajukflores, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Editor : Alex K

Berita Terkait

Menyoal NTT Jadi ‘Nusa Tempat Titipan’ di Kisruh Seleksi Catar Akpol Polda NTT 2024
Pembangunan Wisata Halal Labuan Bajo untuk Siapa?
Jalur Zonasi PPDB 2024: Antara Jarak Rumah dan Usia, Mana Didahulukan?
Mualaf di Papua Kirim Babi untuk Kurban Idul Adha, Ustaz Terkejut, Niat Baik tapi Salah Sasaran!
Lahirnya Angkatan Puisi Esai, Sebuah Fenomena Baru dalam Sastra Indonesia
Jangan Terlalu Menuntut Pemerintah, Toh Suaramu Sudah Dibeli!
Tindak Pidana Pencucian Uang: Ancaman Serius Generasi Muda, Bentengnya Pancasila
Sandra Dewi Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah Trending di X, Fakta atau Hoaks?
Berita ini 53 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 24 Juli 2024 - 19:21 WIB

Vonis Bebas Anak Anggota DPR Ronald Tannur, Hakim: Tidak Ada Bukti Kuat Bunuh Dini Sera Afrianti!

Rabu, 24 Juli 2024 - 11:37 WIB

Rumah Herman Herry Digeledah KPK Terkait Korupsi Bansos Covid-19, Ini Respon PDIP

Senin, 22 Juli 2024 - 13:28 WIB

Komisi II DPR RI Minta Masyarakat Bali Hindari Praktik Nominee dengan WNA

Sabtu, 20 Juli 2024 - 16:15 WIB

Hasto PDIP Buka Memori Kasus Marianus Sae di Pilgub NTT 2018, Ada Apa?

Jumat, 19 Juli 2024 - 12:49 WIB

Heboh! Finalis Putri Nelayan Palabuhanratu Diduga Diperkosa Oknum Panitia

Jumat, 19 Juli 2024 - 11:56 WIB

Suami Berjualan di Pasar Parung Bogor, Istri Malah Asyik Open BO di Kontrakan

Kamis, 18 Juli 2024 - 13:55 WIB

TPDI Terima Pengaduan Ahli Waris Jan Djou Gadi Gaa dalam Sengketa Tanah di Ende

Rabu, 17 Juli 2024 - 12:44 WIB

Mantan Caleg PBB Ditangkap karena Perkosa Anak Kandung hingga Melahirkan, Awalnya Minta Dipijat

Berita Terbaru

Rakernas IKDKI ini akan dilaksanakan di Gedung M, Lt. 8 , Universitas Tarumanagara, Sabtu, 27 Juli 2024. Foto: Tajukflores.com

Nasional

Direktur Jenderal Bimas Katolik Bakal Hadiri Rakernas IKDKI

Jumat, 26 Jul 2024 - 20:08 WIB